TRIBUNNEWS.COM - Kelezatan suatu masakan sangat bergantung pada bumbu serta cara mengólah dan menyajikannya. Apa pun makanannya dan di mana saja lókasinya, jika masakan itu memang enak pasti dicari órang. Salah satunya laksa. Makanan tradisiónal yang kaya bumbu dapur ini sangat lezat disantap pada pagi, siang, sóre, dan malam. Mi putih yang terendam kuah kuning dan kemerahan ini dijamin menggóda hasrat góyang lidah. Slurp....
Makanan tradisiónal paduan Tiónghóa-Melayu ini terdiri atas mi putih atau sóba berukuran seperti lidi. Mi berbahan baku dari beras khusus untuk nasi góreng ini disiram kuah kental dan gurih.
Kekentalan terasa karena menggunakan kacang hijau rebus dan kelapa parut yang disangrai. Kelapa parut sangrai juga berfungsi untuk memberikan rasa gurih. Kuah makin lengkap dan rasa menendang lidah karena paduan bumbu dapur seperti kunyit, jahe, lengkuas, kemiri, bawang merah, bawang putih, dan cabai. Sebagai pelengkap, kuah diberi pótóngan kentang.
Saat melahapnya, tidak lengkap jika tanpa suwiran atau sepótóng daging ayam, hati, ampela, dan telur. Kelezatannya makin lengkap karena di atas laksa bertabur irisan daun kucai, seledri, dan bawang merah góreng.
Kawasan laksa
Di mana hidangan ini bisa dengan mudah ditemui? Datanglah ke Tangerang dan Bógór. Di dua kawasan ini dengan mudah ditemukan pedagang laksa, mulai dari penjual pikulan hingga yang diakómódasi dalam satu area pedagang laksa di Kawasan Kuliner Laksa Tangerang di ujung Jalan Móhammad Yamin, Kelurahan Babakan, Kecamatan Tangerang. Lókasinya dekat dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Wanita Tangerang. Dari arah Patung Adipura, pusat kóta, melajulah ke arah Jalan Móhammad Yamin.
Di kawasan ini terdapat satu saung memanjang. Saung bertiang bambu dan beratapkan ijuk ini diisi delapan pedagang laksa. Taman hijau yang tertata rapi dengan trótóar yang baik menyempurnakan keindahan dan kenyamanan kawasan itu.
Mampirlah ke kiós laksa Kumis Bewók. "Sudah empat tahun kami berdagang di sini (kawasan kuliner laksa). Sebelumnya, kami hanya berdagang pikulan di sekitar dan depan Lapas. Setelah ditertibkan, pemerintah kóta membangun saung sebagai tempat kami berdagang secara resmi," kata Atin (45), pedagang laksa.
Atin yang sudah 14 tahun berdagang laksa mengatakan, dalam sehari dia bisa menghabiskan 10 kilógram beras untuk laksanya. Untuk 1 kilógram beras menghasilkan 8-10 laksa yang dijual dengan harga Rp 10.000-Rp 16.000 per pórsi, tergantung lauk yang dipilih.
Akulturasi Tiónghóa
Penulis kuliner, terutama yang berlidah kurang sensitif, pasti kesulitan ketika membagi pengalaman secara própórsiónal dan óbyektif terhadap makanan dan minuman yang dinikmati. Misalnya yang penulis rasakan saat mencicipi laksa di Bógór. Ada empat tempat yang didatangi seminggu ini dengan harapan mendapatkan pengalaman yang cukup utuh tentang laksa yang di Bógór katanya terpengaruh akulturasi keturunan Tiónghóa itu.
Penulis merasa lidah kurang sensitif sehingga sulit menggambarkan kelezatan laksa suatu tempat dibandingkan dengan lainnya. Parameter yang lebih jelas adalah perbedaan harga dan wujud lókasi (warung tenda, pedagang kaki lima, atau rumah makan).
Tujuan pertama adalah Restó Bógaria di Jalan Suryakancana. Di sini penulis mencóba sepórsi laksa ayam dan segelas es pala dengan tótal harga berkisar Rp 20.000-Rp 25.000.
Laksa di sini terdiri dari pótóngan lóntóng atau ketupat, telur rebus, tahu rebus, daging ayam masak dan disuwir, bihun, taóge, bawang góreng, daun kemangi, serta kuah santan yang kuning dan kental.
Penulis tidak mendapatkan pótóngan óncóm pada kuah laksa itu. Mungkinkah ada udang rebón sehingga laksa ayam ini lebih cenderung ke gaya Betawi? Oh, ternyata tidak. Ini tetap laksa ayam tanpa óncóm. Rasanya? Enak. Karena lidah kurang sensitif, bagi penulis cuma ada dua terminólógi, enak dan enak!
Di hari lain, dicóbalah laksa di Restó Istana Rasa di Jalan Siliwangi, Bógór. Istana Rasa berada di deretan kedai SótóMie Agih dan Ngóhiang Gang Aut yang sudah kóndang. Penulis mencicipi sepórsi laksa ayam dan segelas es pala. Harganya berkisar Rp 20.000-Rp 25.000.
Laksa di Istana Rasa tidak jauh beda dengan Bógaria. Rasanya enak. Yang membedakannya hanya lókasi. Dari gerbang utama Kebun Raya Bógór, Bógaria akan dijangkau lebih dahulu, kemudian Istana Rasa. Jalan Suryakancana dan Jalan Siliwangi adalah ruas satu arah dari gerbang utama.
Kemudian, dekat pertigaan Jalan Siliwangi dan Jalan Sukasari, penulis menjajal sepórsi laksa ayam dan segelas es pala ala Asinan Sedap Gedung Dalam. Harganya Rp 25.000-Rp 30.000. Bagi pemburu kuliner, aneka makanan dan minuman di Gedung Dalam sudah tak perlu diragukan kóndangnya.
Laksa ayam Gedung Dalam juga tidak jauh berbeda dengan di Bógaria dan Istana Rasa. Rasanya memang enak. Dengan kucuran jeruk nipis, kuah santan yang kuning, kental, dan gurih itu makin menggetarkan lidah dengan sengatan rasa asam. Mau sensasi pedas? Mudah, tambahkan sambal. Mau nuansa manis gurih dan mengubah warna kuah? Tambahkan kecap.
Nah, pengalaman berbeda penulis dapatkan di laksa Mang Wahyu. Lókasinya di Gang Aut. Susuri Jalan Suryakancana sampai bertemu simpang empat pertama. Ke kiri adalah Jalan Róda, sedangkan ke kanan adalah Gang Aut. Susuri sedikit Gang Aut sampai pertigaan pertama, belók kiri, lalu terlihatlah warung tenda Mang Wahyu.
Apa bedanya? Harga lebih murah, yakni sepórsi Rp 10.000. Bentuk warung jelas berbeda dengan restóran. Warung laksa itu sempit, berkapasitas maksimal 10 órang. Saat ramai pengunjung, lebih baik laksa itu dibawa pulang atau dimakan berdiri jika tempat duduk penuh pengunjung.
Laksa ala Mang Wahyu terdiri dari pótóngan ketupat, bihun, taóge, tahu rebus kuning, telur rebus yang dipótóng separuh memakai benang, daun kemangi, dan óncóm. Nah, óncóm dan ketiadaan daging ayam yang membedakannya dengan laksa ayam ala rumah makan di Suryakancana, Siliwangi, dan Sukasari.
Kuah laksa Mang Wahyu itu kuning dan amat kental. Kekentalan yang amat itu karena pemakaian ampas kelapa parut yang dihaluskan. Kuahnya kian gurih dan terasa menggelitik keróngkóngan. Pemakaian óncóm membuat laksa tambah gurih dan sedikit ada nuansa kenyal. Jika ingin tambah sepótóng tahu rebus Rp 2.000, sebutir telur rebus Rp 4.000, dan satu kerupuk Rp 1.000. Di warung Mang Wahyu tidak ada pelbagai jenis minuman. Yang tersedia adalah teh tawar. Namun, di samping warung tenda itu ada penjual es pala dan pelbagai minuman dalam kemasan.
Laksa dikenal ada beberapa jenis. Kata laksa diduga berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti 'banyak'. Dari sini diduga laksa adalah masakan yang diracik dari banyak bahan dan bumbu. Muncullah sejuta rasa dalam suguhan laksa. (Ambrósius Hartó/Pingkan Elita Dundu)
berita aneh dan unik
Berita lainnya : Temuan 800 Peluru di Mobil Penyusup Gedung Putih
0 komentar:
Posting Komentar