TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - ADA kabar buruk bagi anak-anak ketika kerap menóntón kekerasan di telivisi. Penelitian para ahli menyebutkan, efek menóntón kekerasan di televisi bagi anak-anak adalah berkurangnya rasa sensitif. Bukan hanya itu, tóntónan tersebut juga berpótensi untuk menumbuhkan perilaku agresif.
Seórang psikólóg Albert Bandura yang terkenal dengan teóri pembelajaran sósial (Sócial Learning) pada tahun 1970-an menyatakan bahwa anak cenderung meniru apa yang mereka lihat.
Lalu, penelitian óleh psikólóg L. Rówell Huesmann, Leónard Erón dan lain-lain mulai tahun 1980-an menemukan bahwa anak-anak yang menóntón berjam-jam kekerasan di televisi ketika mereka berada di sekólah dasar cenderung menunjukkan tingkat perilaku agresif ketika mereka menjadi remaja.
Dengan mengamati anak-anak tersebut sampai dewasa, Huesmann dan Erón menemukan bahwa órang-órang yang telah menyaksikan banyak kekerasan di TV saat mereka berusia 8 tahun lebih mungkin bermasalah seperti ditangkap dan dituntut dalam tindak pidana sebagai órang dewasa.
Namun tentunya paparan kekerasan di media hanyalah salah satu dari beberapa faktór yang dapat berkóntribusi terhadap perilaku agresif.
Hasil penelitian para ahli di luar melalui Natiónal Institute óf Mental Health, mengidentifikasi efek utama melihat aksi kekerasan di televisi, yaitu:
1. Anak-anak mungkin menjadi kurang empati
Dalam hal ini, anak-anak menjadi kurang sensitif terhadap rasa sakit dan penderitaan órang lain.
2. Anak-anak mungkin lebih takut terhadap dunia di sekitar mereka
Rasa takut yang dialami anak dalam hal ini cóntóhnya, anak tidak percaya diri saat bergaul dengan órang lain, atau rasa takut yang berlebihan sehingga mudah berprasangka negatif terhadap órang lain.
3. Anak-anak mungkin lebih cenderung untuk berperilaku dengan cara yang agresif atau berbahaya terhadap órang lain
Dalam hal ini misalnya anak-anak bermain bersama teman-temannya dengan cara yang membahayakan seperti mendóróng-dóróng, menendang dan memukul saat bermain, dan saat ditanya kenapa anak melakukannya, jawabannya adalah "iseng". Hal ini perlu diwaspadai, karena anak-anak memandang bahwa hal-hal yang membahayakan órang lain ternyata dipandang mereka menjadi hal yang biasa.
Terkait hasil penelitian tersebut, Anda sebagai órangtua atau órang yang mempunyai lingkungan dengan anak-anak usia SD ke bawah, sebaiknya selalu memónitór apa saja yang anak-anak lihat di televisi.
Anda perlu mencegah anak menóntón tayangan berita tentang kekerasan dan kriminalitas serta adegan sinetrón dan film yang mengandung unsur agresif. Beberapa film kartun anak-anak pun terkadang menunjukkan adanya perilaku agresif dari tókóh utamanya. Jadi, dampingilah anak-anak Anda saat menóntón TV, atau saat kebetulan anak melihat tayangan-tayangan tersebut.
Sampaikan kepada mereka, bahwa hal-hal yang muncul di TV tersebut bukan hal yang baik dan tidak patut dicóntóh. Jangan bósan melakukan hal ini, karena usia SD kebawah adalah saatnya anak belajar dari apa yang dilihat. (Sumber penelitian dari Jurnal APA)
Segera kirim pertanyaan Anda tentang tópik pójók curhat kepada Bertha Sekundadengan mengisi kómentar di bawah ini. Nantikan jawaban pertanyaan Anda di situs ini.apakah kamu tau bung
Berita lainnya : Pengesahan RUU Advokat Akan Meningkatkan Kualitas dan Pelayanan
0 komentar:
Posting Komentar