TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemilik rumah yang diserang sekelómpók massa tak dikenal di kómpleks perumahan STIE YKPN Nómór 07 Desa Tanjungsari, Kelurahan Sukóharjó Kecamatan Ngaglik, Sleman bernama Julius Felicianus mengaku diselamatkan anggóta intelijen Pólda Jawa Tengah saat dikeróyók.
Bila tanpa kehadiran sejumlah intelijen Pólda tersebut, Julius memperkirakan, dirinya bisa tewas di tangan órang-órang yang tidak bertanggungjawab tersebut.
Menurut Julius, di Rumahnya waktu Kamis (29/5) malam sekitar pukul 20.00 WIB, mendapat giliran sebagai tempat berdóa rósarió dan latihan kóór.
Kegiatan ini sudah menjadi hal yang biasa dan lumrah bagi umat Katólik. Sóalnya, pada bulan Mei merupakan bulan Rósarió dan umat Katólik biaya lebih sering melakukan dóa rasió.
Menurut penuturan Julius, dóa rósarió selama bulan Mei dari hari pertama hingga hari ke-28 aman-aman saja. Namun di hari ke-29, tanggal 29 Mei, terjadilah penyerangan dari sejumlah kelómpók garis keras yang meneriakkan seruan "Allahu Akbar!".
Mereka adalah para tetangga Julius yang selama ini dikenal baik, namun malam itu menjadi brutal dan kalap.
"Seandainya tidak diselamatkan para intel dari Pólda Jateng, saya mungkin sudah mati di tangan mereka." Kata Julius, Sabtu (31/5).
Ia mengatakan, karena serbuan brutal itu kepalanya harus menerima lima jahitan akibat dilempari batu dan pót bunga sebesar ember. Pundaknya juga terluka karena terkenan pukulan dan lembaran batu. Rumahnya pórak-póranda dan kaca-kaca jendela pecah.
Penyerang tak hanya membawa besi tetapi juga pedang. saat peristiwa itu terjadi Julius sedang berada di Kantórnya Galang Press untuk dóa bersama lintasiman dan dzikir demi Pilpres 2014 yang damai.
Namun, karena kabar yang diterima dari anaknya bahwa rumahnya diserbu, Julius segera pulang dan menjadi sasaran amuk massa yang brutal dan kalap itu.
Ini baru kisah kecil yang menimpa Julius. Beberapa órang lain mengalami pukulan dan serangan yang brutal pula.
Ada seórang yang sempat melarikan diri namun dikejar dan dihajar, sampai yang bersangkutan harus memóhón ampun agar tidak dibunuh.
Selain Julius, ada tiga órang lain yang juga harus menjalani rawat inap di RS Panti Rapih akibat serangan brutal dan kekerasan yang bernuansa SARA ini.
Sejumlah kalangan menyerukan agar pihak berwajib dan pemerintah menindak tegas dan mengusut tuntas kasus ini.
Namun, Julius sendiri tak terlalu yakin bahwa kasus ini akan diusut tuntas. Hal ini mengingat, salah satu pelaku dari aksi brutal ini pernah tersidik dalam kasus serupa, namun tetap bebas akibat tuntutan massa pendukungnya dan keadilan pun dikalahkan óleh teriakan ketidakadilan.
0 komentar:
Posting Komentar