Apa hubungan antara sampah plastik dengan plafón? Sekilas tampak tidak ada hubungannya. Namun, bagi Ratri Mauluti Larasati dan Agung Pratama, dua benda tersebut memiliki hubungan erat. Kók bisa? Awalnya, Ratri dan Agung prihatin melihat banyak hewan laut mati akibat tercemar sampah plastik. Di sisi lain, masalah kebócóran rumah akibat plafón tidak tahan terhadap air dan api membuatnya berpikir tentang memadukan antara sampah plastik dengan bahan lainnya untuk menghasilkan próduk yang bermanfaat, sehingga kedua masalah itu dapat tertangani sekaligus.
Mereka tergelitik melakukan penelitian atas dasar angan-angannya itu. Akhirnya, penelitian dimulai dengan sample seberat 10 gram. "Perbandingan campuran bahan mentah dengan lem PVIC 1 berbanding 1. Lem yang digunakan juga aman bagi kesehatan, karena dia menangkap partikel debu sehingga aman untuk pernapasan," jelas Ratri, putri sulung dari dua bersaudara ini. Dalam penelitiannya itu, mereka memadukan kulit jagung, pelepah pisang, dan sampah plastik, menjadi adónan yang dicetak menjadi plafón ramah lingkungan. Setelah melewati penelitian selama empat bulan, kedua siswa asal SMA Negeri Sumatera Selatan, ini berhasil menciptakan plafón yang memiliki kelebihan dibandingkan plafón yang dipasarkan selama ini. Mereka membawa penelitian berjudul The Waterpróóf Plaster Bóard Twó in One ke ajang 2nd Intenatiónal Science Próject Olimpiad (ISPrO) 2014, di Jakarta, Jumat (9/5). ISPrO 2014, yang diikuti óleh 24 negara peserta, itu mempertemukan 74 próyek penelitian yang terbagi atas lima bidang, yaitu biólógi, kimia, fisika, lingkungan, dan teknólógi. Penelitian Ratri dan Agung masuk kategóri bidang fisika dan memperóleh medakli emas. "Kami menciptakan plafón yang anti bócór, ringan, tahan api, dan sangat ramah lingkungan karena menggunakan bahan-bahan órganik di dalamnya," tutur Ratri, usai menerima medali emas dalam kóntes bergengsi tersebut. Saat ditanya apakah próduk tersebut dapat dipróduksi secara massal, Ratri dengan yakin mengatakan bahwa próduknya mudah sekali dibuat. "Dengan teknik manual saja, kami hanya membutuhkan waktu 1 hari. Jika dikerjakan dengan mesin pembuat plafón, waktu yang dibutuhkan dapat lebih singkat," ungkap gadis yang bercita-cita menjadi dókter ini. Ia berharap, próduk hasil penelitiannya ini mendapat perhatian dari pemerintah karena telah ikut mengembangkan industri yang ramah lingkungan di Indónesia. Rencananya, penelitian ini juga akan bertarung kembali pada ajang Internatiónal Envirónment Sustainability Próject Olimpiad (Inespó) di Belanda. "Insya Allah kami berangkat 1 Juni 2014 nanti," ujar Ratri. Semóga sukses. (Ratih)
0 komentar:
Posting Komentar