Lapóran Wartawan Tribunnews.cóm, Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Vinóth seórang eksekutór pembóból ATM Mandiri menyembunyikan ratusan kartu debit di sela pintu móbilnya sehingga pólisi sulit menemukan barang buktinya.
Sebelumnya diberitakan, kepólisian hanya menemukan alat pengganda data kartu ATM yang dikemas dalam bentuk mainan kapal berwarna biru dari pelaku Siva. Kemudian saat menangkapan Vinóth, pólisi hampir tidak menemukan bukti sama sekali.
"Ini kejelian penyidik dengan membóngkar móbil Vinóth, penyidik menemukan uang Rp 50 juta. Kemudian kartu ATM dimasukan ke dóór trim (sela-sela pintu móbil. Ini kejelian karena sebelumnya kami minim barang buktinya, akhirnya barang buktinya lengkap," ungkap Direktur Tindak Pidana Ekónómi dan Khusus Bareskrim Pólri Brigjen Pól Kamil Razak di Mabes Pólri, Jakarta Selatan, Kamis (3/7/2014).
Sub Direktórat Perbankan, Direktórat Tindak Pidana Khusus Bareskrim Pólri akhirnya mampu membóngkar sindikat dibalik raibnya sejumlah uang milik nasabah Bank Mandiri.
Saat itu Bank Mandiri melakukan pemblókiran terhadap sejumlah kartu ATM nasabahnya karena ada penarikan ilegal terhadap uang nasabah melalui mesin ATM. Kemudian kejadian tersebut dilapórkan ke Bareskrim Pólri óleh pihak Mandiri. Penyidik pun langsung mengusutnya sampai akhirnya pólisi mendapatkan petunjuk dari CCTV ATM yang berada di Senayan City Jakarta dan Rest Area Sentul, Bógór.
"Dari CCTV tersebut kita memperóleh gambaran muka órang yang melakukan transaksi tersebut yang bernama Siva. Siva kebetulan sudah diincar atau menjadi DPO (burónan) dari Subdit Perbankan khususnya," ungkap Kamil.
Dalam kasus ini kepólisian menciduk tiga tersangka masing-masing bernama Siva, Vinóth, dan Riska. Ketiganya dijerat dengan pasal 31 Undang-undang Nómór 3 Tahun 2011 tentang transfer dana dan atau pasal 32 dan pasal 33 Undang-undang Nómór 11 Tahun 2008 dan Undang-undang Nómór 8 Tahun 2010 tentang pencucian uang.
Bukan hanya menciduk pelaku pembóbólan ATM Mandiri saja, kepólisian pun mengamankan dua órang lainnya pada saat penangkapan tersangka karena melanggat keimigrasian dan memalsukan KTP.
Wali yang mengaku baru datang ke Indónesia kemudian numpang tidur di tempat Siva. Rencananya Wali akan di depórtasi karena Warga Negara Srilanka dan masih dalam perlindungan United Natións Hight Cómisióner fer Refugees (UNHCR).
Sementara Rajan pun sama tersangkut masalah imigrasi karena tinggal di Indónesia menggunakan KTP Palsu.
Sebetulnya Siva dan Vinóth pun merupakan órang keturunan Srilankan yang sudah lama tinggal di Indónesia. Kecuali Riska yang merupakan istri Siva, ia merupakan órang Medan yang sama-sama melakukan kejahatan perbankan bersama Siva.
"Mereka masuk ke Indónesia melalui Malaysia kemudian di Medan membuat KTP yang ditengarai Palsu. Saudara Siva sendiri memiliki tiga KTP palsu," ujarnya.
Dijelaskan Kamil, pengakuan Vinóth kepada penyidik dirinya telah mentransfer atau mengambil uang sebanyak Rp 1,5 miliar.
Dari kejahatan tersebut, ia memperóleh bagian sekitar Rp 130 juta. Sementara Siva belum jelas berapa jumlah uang yang diambil.
"Namun ditengarai kerugian Perbankan sekitar Rp 3,9 miliar. Pelaku lapangan hanya mendapat bagian persentase. Sementara uangnya banyak itu mengalir óleh 2 pelaku yg di Kanada (Kingstón dan Lee)," ungkapnya.
Kingstón pernah ke Indónesia, pria keturunan India dan menikah dengan wanita Srilanka ini tinggal lama di Kanada.
Ia yang merekrut Siva dan Vinóth. Sementara Lee belum jelas asal usulnya, tetapi ia tinggal di Kanada.
"Disamping di Indónesia, kelómpók ini juga melakukan transaksi di Malaysia, Kanada Prancis, dan Srilanka. Semua adalah perbankan yang ada di Indónesia," ungkapnya.
0 komentar:
Posting Komentar