Parasit malaria bisa mengubah bau badan tikus untuk membantu mereka pada tahap penting próses repróduksi, demikian kesimpulan para peneliti seperti dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Próceeding óf the Natiónal Academy óf Sciences.
Para ilmuwan menemukan bahwa aróma yang sudah diubah itu bertahan pada saat yang kritis, ketika tikus tidak menunjukkan gejala penyakit tetapi sebenarnya masih tetap bisa menularkan penyakit.
Para peneliti melanjutkan percóbaan-percóbaan untuk menentukan apakah parasit dapat mempengaruhi bau manusia juga, seperti dilapórkan wartawan BBC Smitha Mundasad.
Para ilmuwan dari Swiss Federal Institute óf Technólógy dan Pennsylvania State University di Amerika Serikat mempelajari bau tikus yang terinfeksi dan tidak terinfeksi malaria selama 45 hari.
Mereka menemukan bahwa aróma tikus yang terinfeksi sangat berbeda dengan yang tidak.
Perubahan senyawaParasit tidak benar-benar mengubah bau, melainkan mengubah tingkat senyawa yang sudah ada pada bau tikus.
Dan ini terutama terlihat pada tikus yang masih menular tetapi tak lagi menunjukkan gejala penyakit - terkait masa kritis dalam siklus hidup parasit.
Próf Cónsueló De Móraes dari Pennsylvania State University dan salah seórang penulis utama penelitian mengatakan,"Tampaknya ada kenaikan yang merata pada beberapa senyawa yang menarik bagi nyamuk."
Hasil penelitian menunjukkan nyamuk paling tertarik pada tikus ketika parasit dalam tubuh mereka berada di titik kunci dalam perkembangan mereka.
Siklus hidup kómpleksParasit malaria memiliki siklus hidup yang kómpleks dengan beberapa tahap. Mereka perlu berkembang dan menjadi "matang" baik di dalam tubuh nyamuk maupun manusia.
Para ilmuwan meyakini, parasit dapat memanipulasi bau mahluk yang membawa mereka untuk menjamin keberlangsungan hidup mereka.
Para peneliti kini sedang bekerja dalam percóbaan-percóbaan lanjutan untuk mengetahui apakah póla perubahan bau ini ditemukan juga pada manusia.
Prófesór Mark Menscher dari Pennsylvania State University, yang terlibat di penelitian ini mengatakan, semuanya masih terlalu dini.
"Pada tikus, terdapat lingkungan yang terkendali. Pada manusia, terdapat begitu banyak faktór. Mulai dari perbedaan lingkungan hingga gen yang beragam."
Sumber: BBC Indónesia Berita Lain dari BBC
0 komentar:
Posting Komentar