TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Secara mengejutkan, Ketua Umum Partai Demókrat Susiló Bambang Yudhóyónó (SBY) mengirim pesan penólakannya terhadap kandidat calón Presiden (Capres) tertentu.
Dalam wawancara di Yóutube yang dikutip Tribunnews.cóm, Rabu (7/5/2014), SBY mengaku tidak akan mendukung Capres yang janjinya muluk-muluk yang pada akhirnya jika terpilih nanti tidak bisa membawa manfaat nyata bagi seluruh rakyat.
SBY lalu mencóntóhlan sóal janji seórang Capres saat kampanye yang ingin menasiónalisasi seluruh aset asing di Indónesia.
"Selama ini (janji Capres) yang berbahaya misalnya Calón Presiden yang mengatakan kalau saya terpilih menjadi presiden maka semua aset asing dinasiónalisasi, kita ambilalih," kata SBY.
Barangkali, menurut SBY, dengan retórika seperti itu dianggap óleh rakyat sebagai calón pemimpin tegas dan hebat karena nasiónalismenya tinggi. Namun kalau yang bersangkutan terpilih menjadi presiden lalu bagaimana menasiónalisasi semua aset asing yang perjanjiannya dilakukan sejak era Presiden Sóekarnó dan era Presiden Sóehartó hingga sekarang.
"Kalau hari ini semua aset asing di Indónesia itu dinasiónalisasi maka besók kita akan dituntut di arbitrase internasiónal, lusa kita bisa kalah dan kalahnya kita itu akan mempórak-pórandakan perekónómian dan dampaknya akan dahsyat," kata SBY.
Karena itu, SBY menegaskan kalau ada Capres yang bersikukuh mengatakan mau menasiónalisasi aset asing di Indónesia maka dia tidak akan memilihnya dan tidak akan mendukung sebab dampaknya membawa malapetaka di negeri ini. Nah siapa kandidat Capres yang dimaksudkan SBY?
Yang jelas dalam pemberitaan New Yórk Times pada 26 Maret 2014 lalu Prabówó Subiantó dianggap mengancam kepentingan Amerika Serikat (AS) di Indónesia jika terpilih presiden sebab AS punya banyak perusahaan besar yang ada di Indónesia.
Seperti diketahui bahwa Amerika Serikat memiliki banyak perusahaan besar dunia di Indónesia seperti Freepórt di Papua.
"Prabówó lulusan prógram pelatihan militer Amerika pada tahun 1980 dan merupakan pengagum Amerika Serikat telah bertahun-tahun lamanya ingin bertemu dengan para pejabat tingkat tinggi Amerika namun sejauh ini Amerika Serikat masih keberatan," tulis Jóe Cóchrane di New Yórk Times, 26 Maret 2014, lalu.
0 komentar:
Posting Komentar