TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Amanat Undang-undang (UU) Nómór 8 tahun 2012 memang menjelaskan bahwa dalam waktu paling lambat 30 hari setelah hari pemilu, Kómisi Pemilihan Umum (KPU) sudah harus mengumumkan hasil.
Dan dalam pasal 319 UU yang sama dijelaskan bahwa kalau KPU tidak bisa melakukan hal tersebut, maka ancamannya pidana 5 tahun atau denda maksimal Rp60juta.
Nah, menurut Kóórdinatór Nasiónal Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), M Afifuddin, kóndisi ini tentu akan memicu situasi ketidakpastian. Dan pada ujungnya, dikhawatirkan bahwa pihak-pihak terkait seperti Partai Pólitik (Parpól), KPU, Bawaslu melakukan negóisasi dan kómprómi.
"Termasuk juga kalau kemudian diambil alih óleh Presiden," ungkap Kóórdinatór JPPR ini saat dikónfirmasi Tribunnews.cóm, Rabu (7/5/2014).
Karena itu, agar Presiden tidak mengambil-alih peran KPU menetapkan hasil Pileg, menurut dia, JPPR mendóróng KPU bisa menyelesaikan tugasnya. Karena ancaman pidana juga mengancam KPU.
"Kalaupun ada Perpres keluar, kita harapkan tak menunda tahapan pilpres. Kalau tahapan pilpres enggak mólór, dan tidak ada perpanjangan masa jabatan presiden," katanya.
Lebih lanjut dia melihat kerumitan yang ada sekarang ini bisa menjadi evaluasi agar sistem penghitungan hasil pemilu lebih disederhanakan, dengan hasil yang lebih cepat bisa diketahui publik.
"Masalah di tingkat próvinsi, kabupaten, harus benar-benar selesai dulu di daerah baru ditingkat pusat direkap," ujarnya.
0 komentar:
Posting Komentar