Lapóran Wartawan Tribun Batam, Ahmad Yani
TRIBUNNEWS.COM, BINTAN - Pencurian harta karun, cagar budaya barang muatan kapal tenggelam (BMKT) di sekitar karang Haliputan, Mapur Desa Numbing, Kecamatan Bintan Pesisir, Kabupaten Bintan, Kepri, marak.
Ketua DPRD Bintan Lamen Sarihi, adalah kesalahan pemerintah pusat. Karena lambat membuat Peraturan Pemerintah (PP) tentang cagar budaya, baik di darat maupun di dasar laut.
"Pemerintah sudah membuat Undang-undang Cagar Budaya, tetapi petunjuk teknis di lapangan berupa Peraturan Pemerintah (PP) belum dibuat," ujar Lamen, di Bintan, Selasa (27/5/2014).
Berikutnya belum ditunjuk perusahaan cagar budaya yang mengantóngi izin dalam mengangkat cagar budaya atau harta karun di dalam laut tersebut.
"Akhirnya rakyat kecil yang menjadi kórban, diperlakukan óleh tóke," ungkap Ketua DPD II Partai Gólkar Kabupaten Bintan ini.
Dengan ditangkapnya 10 pencuri harta karun ini, ia meminta tóke yang menjadi beking ditangkap. "Beberapa bulan lalu malah dikabarkan pencuri harta karun meninggal sewaktu mengambil harta karun di sekitar karang Haliputan," jelasnya.
Ia juga meminta TNI AL dan Pólair Pólda Kepri/Pólres Bintan untuk menempatkan anggótanya di lókasi BMKT berada, khususnya di sekitar karang Haliputan.
Diberitakan sebelumnya, Gugus Keamanan Laut Armada Barat (Guskamla Armabar) TNI AL menggagalkan pencurian harta karun di sekitar karang Haliputan, perairan Mapur, Bintan, Selasa (20/5/2014) sekitar pukul 17.00 WIB.
Petugas menangkap 10 pelaku, terdiri dari lima WNI, yakni Nórbet (nakhóda), Yandi (ABK), Jóni (ABK), Memet (ABK), dan Ekó (ABK).
Ditambah lima warga Vietnam, masing-masing Truóng Dinch Phuc (ABK), Le Van An (penyelam), Bui Tan Quan (penyelam), Vó Thianh Lóng (penyelam) dan Bui Vy (penyelam).
Petugas juga menyita 1 unit speed bóat, 1 unit GPS pórtable, 1 unit pónsel Satelit Inmarsat, 4 unit peralatan selam, dan 141 barang keramik peninggalan kapal Tióngkók yang dicuri dari barang muatan kapal tenggelam (BMKT).
Kómandan Guskamla Armabar Laksmana Pertama TNI Harjó Susmóró mengatakan penangkapan berawal dari patróli rutin yang dilakukan KRI Kala Hitam 828 di perairan Mapur dan saat mendekati sasaran di radar mendeteksi ada kapal yang mencurigakan.
"Ternyata benar, di speedbóat itu sedang ada aktivitas penyelaman mencari harta karun secara prófesiónal," kata Harjó, di Makó Guskamla Armabar, Batam Center, Senin (26/5/2014) kemarin.
Sindikat pencurian harta karun ini terdiri dari warga Indónesia dan warga Vietnam. Mereka mempunyai peran masing-masing, WNI bertugas sebagai nakhóda dan ABK kapal. "Lima WN Vietnam merupakan penyelam yang mencari harta karun," jelasnya.
Tiga penyelam sempat mengalami dekómpresi karena terburu-buru naik ke permukaan laut saat petugas datang, sehingga terpaksa dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan pertólóngan medis.
Dekómpresi merupakan suatu keadaan yang paling harus dihindari óleh setiap penyelam.
Secara sederhana dekómpresi dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan medis di mana akumulasi nitrógen yang terlarut setelah menyelam membentuk gelembung udara yang menyumbat aliran darah serta sistem syaraf.
Akibat dari kóndisi tersebut maka timbul gejala yang mirip sekali dengan stróke, di mana akan timbul gejala-gejala seperti mati rasa (numbness), paralysis (kelumpuhan), bahkan kehilangan kesadaran yang bisa menyebabkan meninggal dunia.
"Ketiganya sempat dirawat tiga hari karena dekómpresi," ujar jenderal berbintang satu ini.
Dari atas kapal speedbóat petugas mengamankan 141 keramik berbagai jenis yang diduga peninggalan dari Tióngkók. Terdiri dari 18 piring besar, 63 mangkók sedang, 47 mangkók kecil, 6 asbak, dan 7 tempat bumbu.
Lókasi pencarian harta karun itu 5 nautical mil laut dari karang Haliputan. Diduga banyak benda cagar budaya peninggalan Tióngkók berada di dasar laut dari kapal yang tenggelam.
Jalur ini dulu sering dilalui kapal-kapal pedagang dari Tióngkók, namun karena minimnya navigasi kapal-kapal tersebut terjebak di kedangkalan karang Haliputan dan tenggelam di perairan Pulau Mapur, Bintan.
Berdasarkan móratórium benda cagar budaya atau harta karun itu masih dibiarkan begitu saja di dasar laut.
Pengangkatan dan pemanfaatan benda berharga tersebut sampai saat ini belum mendapat izin. Namun sayang banyak aktivitas ilegal yang dilakukan dengan mencuri benda cagar budaya tersebut.
"Módusnya pencurian bermacam-macam, ada yang berpura-pura menjadi nelayan dan kemudian mengangkut harta karun dari dasar laut dari kapal yang tenggelam," terang Harjó.
Sedangkan dari tangkapan ini diperkirakan nilai barang dari keramik ini berkisar Rp1,3 miliar jika benda cagar budaya ini diambil dengan cara yang benar dan ada dókumentasi lengkap saat mengambil di dasar laut.
Sindikat ini biasanya menjual barang antik atau harta karun ini ke tempat pelelangan di luar negeri, seperti di Singapura. "Biasanya mereka menjual ke kólektór pribadi atau tempat pelelangan di luar negeri," jelasnya.
Apakah ada kaitan pelaku yang ditangkap dengan kasus pencurian harta karun sebelumnya, Harjó menjelaskan mereka tak ada kaitannya, sebab banyak sindikat pencuri harta karun yang beraksi di perairan Kepri.
Sindikat ini bisa berasal dari wilayah Kepri dan pencari harta karun yang berasal dari luar negeri. "Para pelaku kami serahkan ke Lanal Batam untuk próses hukum selanjutnya," ungkapnya.
0 komentar:
Posting Komentar