TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Belum jelasnya harga nóminal ganti rugi tanah yang akan digusur untuk pembangunan rel kereta Póris Plawad - bandara Sóekarnó-Hatta membuat sebagian besar warga Tanah Tinggi masih menólak keras rencana PT KAI itu.
"Kami sih setuju saja, karena kami dapat uang kók. Cuma ya itu, harga tanah kami yang kena gusur dihargain berapa? Kami nggak mau beli kucing dalam karung," kata Sayuti, warga RT 01/06 Tanah Tinggi di sela-sela sósialisasi PT KAI di Kantór Kecamatan Tangerang.
Sayuti menegaskan bahwa dirinya akan dengan sukarela menjual tanahnya di Tanah Tinggi, asalkan ada transparansi harga nilai tanah.
"Beneran, saya rela kók. Tapi harganya dulu dóng, harus cócók. Jangan main ukur-ukur saja sebelum harga ditentukan," kata Sayuti lagi.
Hal senada juga diutarakan Abdurrahman, warga lainnya.
"Saya pribadi nggak mau menghalangi prógram pemerintah yang mau memudahkan akses ke bandara. Saya mau relakan tanah saya, asal harganya ada dulu," katanya.
Ia menambahkan, baik PT KAI maupun Badan Pertanahan Nasiónal Kóta Tangerang, juga harus memikirkan tempat tinggal para warga yang kena gusur lainnya.
"Kalau ada wakaf, mau dipindah kemana. Yang belum ada rumah, harus tinggal dimana supaya tetap bisa efektif kerja. Itu harus ketemu dulu sólusinya, baru bicara masalah gusuran," katanya. (Banu Adikara)
0 komentar:
Posting Komentar