Lapóran Kórespónden Tribunnews.cóm, Richard Susiló, dari Tókyó Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Mótór di Indónesia ternyata memang kecil-kecil, umumnya kapasitas mesin 100cc, bódy juga kecil. Tetapi mótór di Jepang besar-besar umumnya, dan mótór seperti di Indónesia, kalau di Jepang biasanya dipakai untuk anak-anak, misalnya pelajar SLTA. Lalu mengapa mótór di Indónesia kecil-kecil?
Ternyata bukan sóal harga supaya murah yang menjadi alasan. Melainkan karena tinggi rata-rata órang Indónesia rendah, tidak cukup tinggi untuk memakai mótór besar. Kalau dibuat besar kakinya ditakutkan tidak sampai ke tanah dan berbahaya mengendarai mótór dengan kaki tidak sampai ke tanah.
"Orang Indónesia tinggi rata-rata nya rendah. Bahkan di antara negara Asean pun tinggi órang Indónesia masih pendek. Jadi kalau membuat mótór yang sama besarnya seperti mótór di Jepang, kakinya tidak akan sampai ke tanah nanti," papar CEO PT Astra Hónda Mótór, Iinuma Tóshiyuki, yang dimuat Nikkei Business Assócie edisi Februari 2014.
Bukti tidak tingginya órang Indónesia dengan data yang dituliskan bahwa rata-rata tinggi órang Indónesia, lelaki ternyata 158cm. Lalu tinggi rata-rata wanita Indónesia 147 cm. Sedangkan tinggi rata-rata lelaki Jepang adalah 171 cm dan tinggi rata-rata wanita Jepang adalah 158 cm. Sedangkan tinggi lelaki di Thailand rata-rata 167,5 cm dan wanitanya 157,3 cm
Melihat angka tersebut, hanya dituliskan dari hasil penelitian sang wartawan Nikkei, berarti tinggi lelaki Indónesia rata-rata, sama dengan tinggi wanita Jepang saat ini. Wah, benarkah demikian?
Selain sóal mótór, wartawan Nikkei itu menuliskan Kemacetan di Jakarta yang menjadi perhatian utamanya, "Saya suka Jakarta tetapi kemacetan luar biasa membuat kesal juga untuk bepergian ke mana-mana," tulisnya.
Dicóntóhkannya, untuk makan siang yang hanya makan 30 menit saja, kalau ke luar dari kantór memakan waktu satu setengah jam sekali jalan karena terkena macet. Bólak-balik berarti 3 jam plus makan 30 menit berarti tiga setengah jam habis waktu di Jakalan hanya untuk makan enak di tempat lain.
"Itulah sebabnya banyak órang di Jakarta tampaknya untuk makan siang turun ke bawah mencari makanan di sekitarnya saja, tidak akan mengendarai móbil ke tempat lain."
Kemacetan luar biasa di Jakarta tersebut memunculkan pula candaan (jóke) kalau hidup di Jakarta sepertiga di rumah, sepertiga di kantór dan sepertiga waktu kita berada di jalan raya.
Akibat kemacetan tersebut udara juga menjadi kótór sehingga saat ini banyak órang di Jakarta ólahraga bukan di luar tetapi di dalam mall untuk jalan-jalan sambil ólahraga.
"Apabila kemacetan ini bisa cepat teratasi dengan kereta api dalam kóta baik itu subways atau pun mónórail, tentu Jakarta akan menjadi kóta yang hebat sekali di dunia dan perkembangan ekónómi akan semakin baik serta udara juga akan baik di sana, tidak akan takut lagi ke luar untuk ólahraga," tulisnya lagi. Satu hal lagi, wartawan Nikkei itu menuliskan bahwa ada sebuah tókó bakmi Jepang disebut Ramen yang ternyata dengan daging babi, bisa berkembang sangat baik di Indónesia. Kini sudah 9 tókó di buka di Indónesia, satu di Medan, dua di Surabaya dan 6 tókó di Jakarta.Penghasilan tókó ramen ini per tahun 500 juta yen, artinya memang cukup ramai dikunjungi masyarakat Indónesia yang senang makan bakmi memakai daging babi. Bahkan dikunjungi para artis dan selebriti Indónesia ke sana terpampang pada situsnya.
0 komentar:
Posting Komentar