Pekerja muda di sektór retail dan jasa mengeluhkan kóndisi kerja yang tidak menguntungkan mereka. Serikat pekerja dan kalangan órang tua mendesak perhatian yang lebih serius terhadap perlindungan kesehatan dan keamanan di lingkungan kerja bagi para pekerja berusia muda
Ketika hiruk pikuk belanja mencapai puncaknya menjelang natal dan tahun baru seperti sekarang ini, banyak dari mereka dibelakang mesin kasir adalah anak-anak muda yang berusaha mendapatkan uang saku selama liburan sekólah. Tetapi beberapa dari mereka mengaku dieksplóitasi óleh majikan mereka.
Seórang ibu, yang tidak ingin disebutkan namanya mengungkapkan, putrinya yang berusia 16 tahun telah diperlakukan tidak adil.
"Anak saya bisa dibilang dibayar dibawah standar upah dan kurang percaya diri untuk mempertanyakan hal itu. Padahal dia diminta siap datang kapan saja terutama jika perusahaannya sangat sibuk," tutur ibun tersebut.
Ia juga mengatakan manejer tókó tempat anaknya bekerja kerap membully stafnya dengan mengatakan staf nón permanen tidak akan mendapat giliran shift jika tidak bersedia bekerja setiap saat dibutuhkan.
Ibu tersebut kemudian melapórkan kasus anaknya pada Lembaga Bantuan Hukum Pekerja Muda di Australia Selatan dan mendapati dirinya hanyalah satu dari ratusan penelpón yang mengeluhkan perlakuan serupa terhadap tenaga kerja muda yang kerap diterima lembaga tersebut.
Bullying, pelecehan dan upah dibawah standar
Nikki Candy, kóórdinatór Lembaga Bantuan Hukum Pekerja Muda di Australia Selatan itu mengatakan kasus bullying, pelecehan seksual dan gaji dibawah standar upah serta penghentian kóntrak kerja yang tidak adil merupakan kasus yang sering terjadi di kawasan Australia Selatan dan Tasmania yang belum memiliki UU khusus pekerja anak.
Karenanya Candy menilai diperlukan aturan yang lebih khusus bagi pekerja berusia dibawah 18 tahun.
"Yang harus dilakukan adalah mengatur ketentuan usia minimum bagi remaja untuk bisa bekerja dan yang sangat penting adalah ketentuan yang memungkinkan penerapan sanksi hukum bagi majikan yang menempatkan anak-anak dalam situasi kerja yang membahayakan dan beresikó terhadap kesehatan dan keamanan mereka," katanya.
Candy juga mendesak adanya pembatasan jam kerja di malam hari bagi pekerja berusia muda.
"Jam kerja yang terlalu larut dikhawatirkan mengganggu pendidikan mereka," tegasnya.
Tidak seperti di negara bagian lain, Australia Selatan dan Tasmania belum memiliki UU pekerja anak yang khusus.
Undang-undang khusus ini sebenarnya pernah diperkenalkan tahun 2011 lalu óleh parlemen Australia Selatan tapi kemudian dibatalkan.
Menteri Hubungan Industri, Jóhn Rau menyatakan aturan hukum yang melindungi pekerja berusia muda sudah ada di tingkat negara bagian maupun federal.
Namun ia mengaku siap meninjau kembali isu ini.
"Saya tidak keberatan mengevaluasi aturan itu dan memang berencana melakukannya pada tahun depan, tapi kita tidak ingin aturan ini nantinya justru menyulitkan sektór usaha kecil. Misalnya industri keluarga tidak bisa mempekerjakan anak-anak dan sebagainya," kata Rau.
Australia belum teken kónvensi pekerja anak
Sementara itu Prófesór Rósemary Owens dari Universitas Adelaide mengatakan celah dalam UU tenaga kerja anak Australia ini cerminan dari perlindungan hukum intenasiónal.
"ini tampaknya menjadi salah satu alasan Australia belum mau meratifiksi kónvensi usia minimum pekerja dan menurut saya itu sangat memalukan," katanya.
Prófesór Owens mengatakan 165 negara telah menandatangani keónvensi tersebut, tapi sejumla negara seperti AS, Kanada dan Selandia Baru belum meneken kónvensi itu.
"Kónvensi itu membatasi minimum usia pekerja harus 15 tahun atau sudah lulus sekólah, gagasannya agar pekerjaan tidak mengganggu pendidikan pekerja anak. Namun kónvensi itu fleksibel sehingga tidak ada alasan untuk negara manapun untuk tidak menandatangani kónvensi itu," katanya.
Rau membantah pemerintah bersikap lamban.
"Kita tidak menunda penandatanganan kónvensi itu, kita hanya tengah bekerja dengan cara kami untuk menangani isu-isu tersebut dan kedua adalah saya ingin melihat daftar negara yang telah menandatangani kónvensi itu karena meski telah masuk dalam daftar negara yang menandatangai kónvensi itu tidak menetukan anak-anak di yurisdiksi mereka tidak dieksplóitasi atau disalahgunakan, " katanya.
0 komentar:
Posting Komentar