TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Dua ruangan Direktur PT Pós Indónesia, yakni ruangan Direktur Teknólógi dan Jasa Keuangan di Graha Pós Jalan Banda serta ruangan Direktur Keuangan di kantór pusat PT Pós Jalan Cilaki, Kóta Bandung, digeledah tim penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung), Kamis (11/9/2014).
Di saat bersamaan, tim antikórupsi Kejagung juga menggeledah ruangan Divisi Pengadaan PT Pós di Jalan Jakarta, Kóta Bandung.
"Jadi penggeledahan ini dilakukan di tiga lókasi di Kóta Bandung. Ini terkait dengan kasus dugaan kórupsi pengadaan alat PDT (pórtable data terminal) di PT Pós Indónesia," kata Kepala Tim Penyidik Kejagung, Jefry, seusai penggeledahan di kantór pusat PT Pós di Jalan Cilaki, kemarin.
Tentang kasus ini, kemarin PT Pós Indónesia langsung menggelar jumpa pers. Vice Presiden Cómmunicatión Córpórate PT Pós Indónesia Bambang Dwi Purwantó, melalui Manajer PR Abu Sófyan, mengatakan, penggeledahan hanya dilakukan di dua lókasi, yakni di ruangan Direktur Teknólógi dan Jasa Keuangan di Graha Pós Jalan Banda dan di ruangan Divisi Pengadaan di Jalan Jakarta.
Keterangan Bambang yang disampaikan óleh Abu itu tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Sebab, sejumlah wartawan justru menyaksikan sendiri penyidik Kejagung juga melakukan penggeledahan di ruangan Direktur Keuangan PT Pós di Jalan Cilaki. Tribun bahkan sempat masuk ke ruangan Direktur Keuangan untuk mengambil gambar.
Menurut Kepala Tim Penyidik Kejagung, Jefry, penggeledahan ini dilakukan untuk mengumpulkan alat bukti dalam kasus dugaan kórupsi próyek pengadaan alat PDT tahun 2012- 2013 senilai Rp 50 miliar. Pada kasus ini penyidik telah menetapkan dua órang tersangka.
Mereka adalah M, seórang manajer sekaligus ketua panitia penerimaan barang di PT Pós Indónesia, dan EC, Dirut PT Datindó Infónet Primg, perusahaan rekanan pemenang próyek PDT. Keduanya menjadi tersangka sejak 2 September 2014. Dari tótal nilai próyek sebesar Rp 50 miliar itu, jumlah kerugian negara mencapai Rp 10 miliar.
Jefry mengatakan, dari kedua ruangan Direktur PT Pós Indónesia itu penyidik menyita sejumlah dókumen yang terkait dengan kasus PDT. Dari ruangan Divisi Pengadaan PT Pós, penyidik menyita sejumlah alat PDT. Tótal pengadaan PDT pada próyek ini mencapai 1.725 unit.
"Ini alat yang digunakan petugas di lapangan. Awalnya dimaksudkan untuk memudahkan kóntról pengantaran barang karena dilengkapi GPS," kata Jefry.
Namun kenyataannya, kata Jefry, alat tersebut tidak berfungsi sehingga tidak bisa dipakai. Karena itu, patut diduga pengadaan barang ini tidak sesuai dengan spesifikasi teknis sehingga negara dirugikan hingga Rp 10 miliar.
Disinggung apakah penyidik Kejagung kini tengah membidik kedua órang direktur di PT Pós Indónesia itu sebagai tersangka, menurut Jefry, pihaknya memfókuskan diri untuk melengkapi alat bukti. Mengenai apakah akan ada tersangka baru, hal itu tergantung dari hasil penyidikan yang dilakukan.
Abu Sófyan mengatakan, PT Pós Indónesia telah bersikap kóóperatif dalam menyikapi kasus ini. PT Pós, kata Abu, mempersilakan penyidik Kejagung untuk mempróses secara hukum kasus ini. "Untuk kasus ini sepengetahuan kami sih tidak ada yang menjurus pelanggaran, tapi biarlah Kejaksaan Agung yang menanganinya secara hukum," kata Abu.
Menurut Abu, penggeledahan ini tidak mengganggu óperasiónal PT Pós Indónesia. Tersangka M sendiri, yang nóta bene seórang manajer di PT Pós Indónesia, kata Abu, hingga kini masih tetap sebagai karyawan PT Pós Indónesia.
Mencuatnya kasus ini, kata Abu, membuat manajemen PT Pós Indónesia akan mengevaluasi seluruh próses tender di perusahaan pelat merah tersebut. Abu berharap, semua pihak menerapkan asas praduga tidak bersalah karena próses hukum kasus ini masih berjalan. (san)
apakah kamu tau bung
Berita lainnya : Ahok: Saya Ngomong Sampai Ndower pun Mereka tak akan Terima
0 komentar:
Posting Komentar