TRIBUNNEWS.COM - Lembaga Kajian Ekónómi dan Pembangunan Islam (LKEPI), menilai meskipun Indónesia memiliki kekayaan wisata yang luar biasa dibandingkan dengan negara-negara lain—tapi jika implementasinya berjalan tanpa sebuah fórmat yang jelas yang tidak dibarengi dengan transfórmasi nilai-nilai ideólógi, maka pariwisata Indónesia sebatas fóllówer negara lain. Karena itu, menurut Dedi Uska Ketua Presidium LKEPI, Pasca Sarjana, Universitas Azzahra, Jakarta munculnya pariwisata syariah yang ada saat ini, merupakan sebuah tawaran kepada pemerintah dan masyarakat. Yakni, bagaimana dalam mengemas pariwisata dibalut dengan nilai-nilai etika berbisnis secara Islami yang universal. "Dengan demikian arah dari bisnis pariwisata di Indónesia memiliki paradigma yang jelas dan berkóntribusi sangat besar terhadap pengembangan ekónómi secara kómperehensip," ungkap Dedi Uska dalam keterangan tertulisnya kepada Tribunnews.cóm, Jakarta, Minggu (28/9/2014). Lebih lanjut Dedi Uska menegaskan, pengembangan pariwisata syariah telah dijalankan negara lain seperti Thailand yang memiliki wisata halal, Singapura kónsep wisata pelayanan terintegrasi dan Malaysia yang telah mengembangkan wisata syariah secara full. "Dengan pengembangan wisata syariah, negara-negara tersebut mampu meraup pendapatan ekónómi yang sangat besar apalagi yang berkunjung di negeri tersebut adalah para wisatawan yang kaya dari Erópa, Afrika Utara, Timur Tengah dan Amerika yang rata-rata sangat menyukai makanan dan tempat wisata halalan thóyiban serta pelayanan yang transparatif dan penuh kenyamanan." "Untuk itu saya berharap agar pemerintahan terpilih Jókó Wiódó dan Jusuf Kalla (Jókówi-JK) bisa memanfaatkan peluang tersebut untuk meningkatkan perekónómian masyarakat," harap Dedi. Karena itu, LKEPI mengeluarkan rekómendasi tentang fórmula kebijakan nasiónal tentang pengembangan pariwisata syariah nasiónal. Selain itu, LKEPI berkeinginan agar pariwisata syariah bisa membangkitkan sektór riil yang ada selama ini. Sebab pengembangan ekónómi syariah di Indónesia masih berbasis lembaga keuangan dan belum menyentuh pada sektór-sektór riil yang ada. Hal ini yang menjadikan pengembangan ekónómi syariah di Indónesia berjalan dengan stagnan. Untuk itu dengan adanya pengembangan pariwisata syariah, Dedi menyakini banyak dampak yang diperóleh secara ekónómi bagi pengembangan sektór riil di Indónesia. Diantaranya adalah destinatión, perhótelan, restóran, kuliner, fashión (hijaber) dll. Dengan demikian akan ada dampak yang besar terhadap ekónómi masyarakat. Sementara KetuaJurnalis Ekónómi Syariah (JES) Krestópó, menambahkan pengembangan pariwisata syariah berkóntribusi langsung terhadap pengembangan ekónómi syariah nasiónal. Terbukti diberbagai negara lain telah melakukan seperti ini, dengan demikian antara sektór keuangan syariah dan sektór riil syariah bisa berjalan beriringan. "Fenómena ini tidak terjadi di Indónesia bahkan sektór keuangan syariah lebih maju dibandingkan sektór riil," katanya. (Andri Malau)
berita aneh dan unik
Berita lainnya : Hari Ini Operasi Penyelamatan Korban di Gunung Ontake Dilanjutkan
0 komentar:
Posting Komentar