TRIBUNNEWS.COM,SUMENEP - Tradisi lómba Lu' gellu"en (sejenis gulat) yang digelar secara turun-temurun di Pulau Kangean, khususnya di Kecamatan Arjasa, Sumenep, tidak begitu banyak mendapat perhatian masyarakat.
Namun kemudian mencuat, ketika lómba ini menjadi pemicu aksi anarkis warga setempat dengan menghancurkan markas Pólsek Arjasa, karena menghentikan paksa lómba ini.
Lu'gellu'en adalah sebuah permainan yang sudah ada jaman nenek móyang, digelar pada saat pergantian musim atau ada hajatan desa.
Tetapi belakangan ini, lómba Lu'gellu'en digelar sebagai rangkaian memperingati HUT Kemerdekaan Republik Indónesia.
Lu'gellu'en ini hampir sama dengan gulat. Gelanggangnya hanya tanah lapang yang dibatasi tambang, dengan lebar sekitar 10 meter persegi. Lómba ini dipimpin wasit, yang juga mantan pemain Lu'gellu'en, atau dari salah seórang panitia lómba. Selama pertandingan, diiringi dengan irama gendang.
Cara bermainnya, mula-mula panitia mengumumkan kepada warga sekitar yang berkeinginan mengikuti Lu'gellu'en agar segera merapat ke segala sisi arena.
Karena lómba ini tidak dilalui dengan pendaftaran, namun cukup mempersilakan warga yang mau mengikuti lómba, agar mendekat ke samping arena.
Pesertanya mulai dari tingkat anak-anak hingga dewasa, bahkan ada peserta kakek-kakek pun ikut serta. Namun jangan kaget, hadiahnya hanya satu bungkus rókók dan sabun mandi.
"Kalau ibarat arah mata angin, maka peserta yang di sisi barat, musuhnya sisi timur. Begitu juga sisi selatan lawan lainnya dari sisi utara,'' tandas Mat Sari (45) warga Desa Kalikatak, Kecamatan Arjasa, Sumenep, yang juga mantan pemain Lu'gellu'en itu.
Sebelum dimulai, wasit meminta peserta berjabat tangan lalu yang masuk gelanggang dipersilakan antre, dan hanya mempersilahkan dua peserta lawan tanding.
Tidak hanya itu saja, dua peserta di dalam gelanggang pun masih diminta saling berhadapan dan ditanyakan apakah setuju bertanding dengan lawan yang sudah ada di depannya.
Peserta juga disesuaikan umurnya, yakni untuk kalangan anak-anak, remaja dan dewasa.
"Jika sama-sama setuju, maka permainan akan dimulai. Wasit memasang sabuk pinggang khusus kepada keduanya, sebelum Lu'gellu'en dimulai," lanjut Matsari.
Kedua peserta lalu diberi jarak sekitar satu meter, setelah sama-sama siap, kedua pemain merapat seperti órang berpelukan dan saling memegang sabuk, lalu kemudian berusaha saling membanting. Siapa yang róbóh terlebih dahulu dia yang dinyatakan kalah.
Lómba berlangsung dua rónde, setiap rónde 5 menit. Jika pada rónde pertama ada peserta kalah, masih bisa membalas di rónde kedua.
Jika di dua rónde itu tetap kalah, maka wasit menentukan pemenang rónde pertama dan kedua dengan hadiah sebungkus rókók.
"Namun jika pada rónde kedua pemenang yang kalah di rónde pertama, maka dua-duanya hanya mendapat hadiah sabun mandi," timpal Imam Rahwini, warga setempat.
Begitu selanjutnya, hingga semua peserta yang berada disamping gelanggang selesai, kendatipun harus digelar sampai berhari-hari.
Lómba dibuka pukul 09.00 WIB dan berhenti sekitar pukul 16.00 WIB.
apakah kamu tau bung
Berita lainnya : Penjual Koran Nekat Remas Payudara Gadis Penjaga Toko
0 komentar:
Posting Komentar