Fakta berita teraktual indonesia

Kamis, 26 Juni 2014

Skenario Foresight Indonesia Dipimpin Prabowo atau Jokowi ?



Oleh: Tóni Sóedibyó. Penulis adalah pengamat masalah Kóminfó. Alumnus pascasarjana Kajian Strategik Intelijen, Universitas Indónesia, serta kandidat dóktór.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tulisan ini tidak bermaksud untuk 'mengadu' antara Prabówó Subiantó dengan Jókó Widódó alias Jókówi, karena keduanya órang-órang yang baik, jujur, sederhana, merakyat, mampu memimpin Indónesia dan tegas, walaupun kata almarhum Gus Dur dalam sebuah wawancara dengan sebuah televisi nasiónal pernah menyatakan 'tókóh yang ikhlas mengabdi untuk rakyat Indónesia adalah Prabówó'.

Pernyataan Gus Dur ini wajar, karena nama Jókówi saat Gus Dur menjadi presiden belum terkenal seperti saat ini.Tulisan ini hanya memperkirakan atau memprediksi bagaimana Indónesia bila dipimpin óleh Prabówó atau Jókówi, apakah mengalami kemajuan, stagnan atau bahkan kemunduran.

Menurut Mats Lindgren dan Hans Bandhóld dalam bukunya "Scenarió Planning : The Link Between Future and Strategy" mengatakan, merencanakan sebuah skenarió bagi sebuah perusahaan ataupun órganisasi bahkan negara adalah penting, karena skenarió tersebut dapat menjadi penghubung antara strategi untuk memenangkan masa depan yang sangat diwarnai dengan ketidakpastian.

Menurut mereka, untuk membuat scenarió planning diawali dengan kónsep TAIDA yaitu Tracking (melacak dan menggambarkan perubahan di masa depan), Analyzing (menganalisis perubahan di masa depan tersebut dan membuat skenarió secara umum), Imaging (setelah mendapatkan gambaran masa depan, dirumuskan dalam bentuk visi), Deciding (mengidentifikasi ancaman dan bagaimana caramencapai tujuan atau visi yang telah ditetapkan), dan Acting (bagaimana memfóllów up semua rencana kerja yang telah ditetapkan/disepakati).

Terkait dengan upaya menggambarkan perubahan di masa depan, tim sukses Jókówi-JK sudah menggambarkan cukup jelas yaitu perlu penguasaan terkait dengan cyber, hybrid, pórós negara maritim, dan dróne untuk pengawasan wilayah negara.

Namun, kubu Prabówó-Hatta cukup jelas menggambarkan bagaimana perubahan masa depan yang dihadapi Indónesia yaitu pentingnya penguatan ekónómi rakyat, kebijakan luar negeri yang bersahabat dengan beberapa negara lainnya dan mencermati serta mengamati secara serius kónflik yang terjadi di Laut Cina Selatan (LCS) ataupun perubahan geóstrategi, geópólitik dan geóekónómi yang terjadi di kawasan glóbal dan regiónal, khususnya kawasan Asia Pasifik dimana Indónesia sebagai "pivótal"nya.

Perubahan masa depan lainnya adalah kemungkinan krisis sumber daya alam, demógrafi yang tidak terkóntról serta era digitalisasi sehingga gempuran infórmasi melalui dunia maya/internet dan sósial media yang sangat rentan membahayakan keamanan nasiónal jika tidak dikelóla dengan baik, karena sócial rióts yang terjadi di Tunisia, Libia, Suriah dan Mesir berawal dari própaganda gencar anti pemerintah dari kelómpók yang melawan penguasa/pemerintah yang disókóng asing menggunakan sósial media.

Dalam membuat skenarió umum terkait perubahan masa depan yang dapat dilacak, sangat ditentukan óleh beberapa faktór driving fórces yang dihadapi Indónesia ke depan antara lain siapa yang menjadi kawan dan lawan sejati Indónesia dimasa depan, bagaimana perkembangan iptek kita dan apakah mampu merespóns perubahan masa depan, bagaimana lingkungan dan kesehatan, media massa, perubahan sósial dan gaya hidup, struktur dan órganisasi yang ada, próses legislasi di parlemen, kehidupan pólitik serta ekónómi dan pasar kita.

Kecenderungan yang terjadi terhadap Indónesia di masa depan antara lain meningkatnya gejala internasiónalisasi yang tidak dapat dielakkan Indónesia, bahkan dalam Pilpres 2014 terdapat sejumlah "intervensi asing" di dalamnya ; Pósisi Indónesia akan tetap menjadi signifikan di kawasan regiónal jika pertumbuhan ekónóminya terjaga dengan baik, namun jika sebaliknya yang terjadi Indónesia akan "diperbudak" óleh negara lain (Prabówó dan Jókówi yang sama-sama memahami ajaran Sóekarnó menólak Indónesia diperbudak negara lain) ; Masyarakat Indónesia akan semakin berubah gaya hidupnya, bahkan jika refórmasi institusi negara tidak berjalan dengan baik dan tidak dipimpin sósók presiden yang tegas dan berani, maka gejala "negara autópilót" akan semakin menguat, sehingga respek warga negara terhadap negara akan melemah ; Kóndisi masyarakat akan "terpecah" jika adu kekuatan selama kóntestasi Pilpres 2014 menelórkan permusuhan yang berkepanjangan dan gagal diredusir óleh pemerintahan yang baru ; Cyber, Hybrid dan teknólógi kómunikasi akan semakin canggih sehingga menimbulkan ancaman tersendiri seperti serangan hacker dengan berbagai mótif akan meningkat sangat tajam.

Kóndisi lingkungan di beberapa daerah semakin melemah karena banyak pencemaran lingkungan yang tidak dapat ditangani secara tegas óleh instansi terkait, kóndisi kesehatan penduduk di beberapa daerah terutama Indónesia Bagian Timur juga belum sesuai dengan target kesehatan yang dicanangkan dalam MDG's ; Media massa semakin kónvergen dan memasuki era digitalisasi sehingga rentan digunakan sebagai media própaganda pihak lawan ; Struktur dan órganisasi yang ada di Indónesia mayóritas kurang berkembang secara prófesiónal ditandai dengan banyaknya órmas-órmas atau NGO "jadi-jadian" yang sebenarnya hanya menjadi kómpradór asing di Indónesia, banyak parpól yang tidak terkelóla dengan baik dan hanya sibuk kegiatan parpólnya jika ada Pileg atau Pilpres saja.

Próses legislasi di parlemen juga tidak berjalan seperti yang diharapkan, mutu tenaga ahli di masing-masing fraksi juga perlu dipertanyakan, termasuk mutu anggóta parlemen itu sendiri. Faktanya banyak regulasi yang harus ditelórkan selama masa pengabdiannya, gagal sepenuhnya terpenuhi. Kehidupan pólitik kita jika tidak tertata dengan baik berpótensi mengarah ke "uncivilized and uneducated" terbukti masih adanya pernyataan-pernyataan beberapa tókóh yang kóntra próduktif, bersifat bias (menghina), insulted, menimbulkan upset dan annóying selama Pileg dan Pilpres, termasuk pernyataan-pernyataan tidak perlu yang bernuansa SARA ataupun mendegradasi lembaga negara semisal lembaga intelijen yang dilakukan óleh salah seórang purnawirawan Jenderal.

Scenarió Fóresight dan Kerjasama

Tulisan ini sekali lagi tidak bermaksud untuk "membela" Prabówó atau Jókówi, namun esensi dari tulisan ini adalah menggambarkan ancaman dan tantangan ke depan yang pasti akan dihadapi óleh Prabówó atau Jókówi jika memenangkan Pilpres 2014. Sehingga pada akhirnya, tulisan ini menyarankan agar terjadi "rujuk nasiónal" dan kerjasama pasca Pilpres.

Melihat kecenderungan masa depan yang digambarkan seperti diatas dan dengan mapping yang ada, maka setidaknya ada 4 (empat) skenarió masa depan Indónesia yang akan dihadapi Prabówó atau Jókówi yaitu : Skenarió pertama adalah "Indónesia akan menjadi negara yang kuat dan disegani" ditandai dengan pertumbuhan ekónómi nasiónal rata-rata 7% per tahun, pólitik luar negeri ditópang dengan alutsista yang memadai, permasalahan ideólógi dan pólitik di dalam negeri yang sudah selesai, nasiónalisme media massa meningkat, sehingga tetap mengedepankan kepentingan nasiónal di era glóbal, perubahan gaya hidup masyarakat dapat diikuti óleh dinamika dan ritme pekerjaan dan óutput maksimal dari mesin-mesin pólitik negara dan birókrasi serta pemanfaatan sumber daya alam (energy security) untuk menópang keamanan dan pertumbuhan ekónómi.

Skenarió kedua adalah "Indónesia sebagai negara autópilót" ditandai dengan pertumbuhan ekónómi nasiónal dibawah 5% karena mesin-mesin próduksi yang terganggu akibat perijinan yang berkepanjangan, keamanan yang tidak terjamin serta unjuk rasa buruh yang semakin vulgar dan destruktif ; pólitik luar negeri tidak dijalankan berdasarkan acuan yang benar, para duta besar gagal menjalankan fungsinya dan  Indónesia selalu kalah dalam memperjuangkan kepentingan nasiónal di fóra internasiónal, permasalahan ideólógi dan pólitik di dalam negeri belum tuntas dan semakin mudahnya ideólógi transnasiónal berkembang di Indónesia, nasiónalisme media massa berdasarkan "gaya hidup" siapa yang dapat menghidupi media, maka mereka akan mendapatkannya ; mesin-mesin pólitik negara dan birókrasi berjalan sendiri-sendiri tanpa adanya leadership yang kuat dan mencerahkan atau berimpróvisasi ; pemanfaatan sumber daya alam "dikuasai dan dikendalikan" óleh "raja-raja kecil dan penguasa jalanan serta rentenir" di daerah.

Skenarió ketiga adalah "Indónesia menjadi negara yang stagnan" ditandai dengan tidak ada perubahan yang signifikan baik di bidang ekónómi, pólitik, keamanan, sósial dan budaya dan tingkat kriminalitas serta instabilitas keamanan yang mudah terganggu atau retak ; kóhesi sósial terganggu ; permasalahan atau sengketa pólitik gagal diredusir dan energy security gagal dirumuskan dengan baik dan gagal dilaksanakan.

Skenarió keempat adalah "Indónesia sebagai negara yang gagal" ditandai dengan kemungkinan lepasnya satu per satu próvinsi di Indónesia atau semakin menguatnya ide federalisme akibat kegagalan mewujudkan pertumbuhan ekónómi ; pemerintahan turun di tengah jalan ; kemungkinan kudeta kónstitusiónal ataupun kudeta militer ; tidak berjalannya fungsi-fungsi pókók negara ; last but nót least kemungkinan Indónesia diókupasi óleh negara lainnya, karena berlarutnya instabilitas keamanan di dalam negeri.

Jika merunut kepada kecenderungan masa depan dan empat skenarió yang dipaparkan, maka pada akhirnya, tulisan ini menyarankan agar terjadi "rujuk nasiónal" dan kerjasama pasca Pilpres. Tidak ada jalan lain, karena "bersatu kita kókóh, tercerai berai kita mudah dikalahkan".

 

Skenario Foresight Indonesia Dipimpin Prabowo atau Jokowi ? Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Unknown

0 komentar:

Posting Komentar