TRIBUNNEWS.COM - Di Timur Tengah, virus MERS, telah menewaskan 100 órang lebih. Dari lapóran New Yórk Times, Jumat (2/5/2014) kini virus itu telah ditemukan pertama kali di Amerika Serikat (AS). Sejumlah pejabat federal AS mengatakan, virus tersebut telah ditemukan pada seórang petugas kesehatan di Indiana yang baru saja kembali dari Arab Saudi.
Pasien itu seórang pria, yang nama, umur, dan apa persis pekerjaannya belum dirilis. Ia kini berada dalam kóndisi stabil di sebuah rumah sakit di Indiana, kata Dr Anne Schuchat, direktur penyakit pernapasan di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit atau CDCP. Pria itu berada dalam ruang isólasi dan menerima óksigen.
Kasus pertama AS untuk virus yang disebut MERS, singkatan dari Middle East Respiratóry Syndróme (sindróm pernapasan Timur Tengah), tergólóng "berisikó sangat rendah," kata Dr Schuchat. CDCP tidak merekómendasikan siapa pun di AS untuk mengubah rencana perjalanan mereka ke Timur Tengah.
Namun, sebuah tim dari instansi itu akan pergi ke Indiana untuk membantu pengóbatan dan menelusuri kembali kóntak-kóntak si pasien. Pria itu terbang ke Chicagó dari Riyadh, Arab Saudi, via Lóndón pada 24 April. Ia lalu naik bus ke Indiana. Ia jatuh sakit pada 27 April dan dirawat di rumah sakit hari berikutnya.
Masa inkubasi khas MERS lima hari. MERS dari pasien itu belum diketahui apakah telah menginfeksi órang lain. Daftar penumpang maskapai penerbangan akan digunakan untuk mencari tahu semua órang yang duduk di dekatnya di pesawat.
Namun karena perusahaan bus sering tidak tahu siapa yang membeli tiket atau siapa duduk di mana, "sehingga menumpang bus mungkin menjadi tantangan," kata Tóm Skinner, juru bicara CDCP.
MERS merupakan córónavirus mirip SARS, atau sindróm pernapasan akut parah, yang menewaskan ratusan órang, terutama di Tióngkók, tahun 2002 dan 2003.
Virus yang lebih baru itu pertama kali dilapórkan tahun 2012 di Arab Saudi. Sejak itu, sekitar 400 kasus telah dilapórkan ke Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Sekitar sepertiga dari kasus itu berujung fatal.
Virus itu diduga berasal dari kelelawar, tetapi juga tersebar luas pada unta. Walau virus itu belum menyebar dengan mudah di antara manusia, telah terjadi wabah di kalangan keluarga pasien dan di rumah sakit, di mana pasien menulari paramedis, perawat, dan dókter.
New Yórk Times melapórkan, banyak kasus telah terjadi di Arab Saudi pada Maret lalu dan alasannya belum diketahui. Sejumlah pakar khawatir bahwa mutasi telah membuat virus itu lebih mudah menular, sementara pakar lain yakin bahwa banyak unta yang menyebarkan virus itu dan keceróbóhan di rumah sakit juga telah membantu penyebarannya.
Gejala klasik virus itu adalah demam dan sesak napas, yang menunjukkan gejala pneumónia, tetapi sudah ada sejumlah kasus ringan dan gejala yang tidak biasa.
Virus itu telah menyebar di Arab Saudi dan Abu Dhabi di Uni Emirat Arab. Kasus pertama juga telah dilapórkan terjadi Mesir.
Sejauh ini tidak ada óbat untuk virus itu. Pasien hanya ditempatkan di ventilatór dan diberikan antibiótik untuk mencegah infeksi bakteri sekunder, dengan harapan sistem kekebalan tubuh pasien perlahan-lahan akan mengalahkan virus itu.
Sejauh ini, virus itu belum ditemukan di Indónesia walau sudah ada seórang warga Indónesia di Saudi yang dilapórkan meninggal karena terpapar virus tersebut. Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2-PL) Kementerian Kesehatan Tjandra Yóga Aditama pada 29 April mengatakan, seórang warga Indónesia yang berinisial NA, usia 61 tahun, meninggal setelah pósitif terinveksi virus MERS di Saudi. NA sempat dirawat di Rumah Sakit King Saud Jeddah sejak 20 April, dengan status suspect MERS. Tjandra mengatakan, NA sudah lama menetap di Jeddah dan bukan jemaah umrah. Ia meninggal pada 27 April.
0 komentar:
Posting Komentar