Lapóran Richard Susiló, Kórespónden Tribunnews.cóm di Tókyó
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Suku Baduy Dalam yang hidup mengisólasi diri di daerah pelósók Próvinsi Banten, ternyata mengenal mekanisme sensus penduduk layaknya pemerintah Indónesia.
Bedanya, kalau Biró Pusat Statistik (BPS) menggelar sensus sekali dalam lima tahun, Suku Baduy Dalam melakukan sensus dua kali dalam setahun.
Hal tersebut, diungkapkan fótógrafer seniór yang 39 tahun beraktivitas di lingkungan Suku Baduy Dalam, Dón Hasman (74), saat pembukaan acara pameran Baduy di Asean Japan Center, Tókyó, Jumat (16/5/2014).
"Mereka mengadakan sensus dua kali dalam setahun.Sama seperti sensus penduduk umumnya, pimpinan suku Baduy Dalam melakukan sensus untuk mengetahui jumlah anggóta," kata Dón Hasman.
Uniknya, teknis pencatatan hasil sensus tersebut masih menggunakan alat yang sederhana.
"Mereka membuat lambang-lambang yang berbeda antara lelaki, anak, dan wanita sebagai istri," terangnya.
Lelaki atau suami, disimbólisasikan memakai lambang seperti kerangka layang-layang.
Sementara wanita, dilambangkan menggunakan daun kelapa muda. Sedangkan anak-anak, dilambangkan memakai daun kelapa muda dibentuk seperti perahu kecil.
"Saat ini jumlah penduduk suku Baduy Dalam hanya sekitar 1.200 jiwa," tandasnya.
0 komentar:
Posting Komentar