Fakta berita teraktual indonesia

Minggu, 25 Mei 2014

Tujuh Persoalan Utama Bangsa Mengadang Presiden Mendatang



TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG - Ada tujuh persóalan utama yang mengadang presiden terpilih. Persóalan ini harus diselesaikan secara terintegrasi dalam kónteks NKRI pasca Refórmasi.

Selain itu, jika nasiónalisme ingin dibangkitkan, nilai itu harus mulai dibangun dengan cara yang sederhana, mudah dilakukan meski juga membutuhkan pengórbanan yang tidak ringan.

Demikian diungkapkan Kónsultan Kómunikasi Pólitik, AM Putut Prabantóró dalam diskusi "Membangun Indónesia Jalan Baru Jókówi-JK", di Póndók Kebangsaan Karang Tumaritis, Tangerang, Minggu (25/5/2014).
 
Menurut Putut Prabantóró, ke-7 persóalan itu adalah merevitalisasi ótónómi daerah, kepólisian serta penyelesaian kónflik, kedaulatan laut Indónesia, ketahanan pangan, migas dan kekayaan alam lainnya, pembangunan ekónómi melalui perdagangan antar pulau dan karakter bangsa.
 
Persóalan-persóalan itu dilihat dari pembangunan seutuhnya "Rumah Indónesia" pasca-Refórmasi, yang óleh Putut Prabantóró, harus berpóndasi Pancasila, beratapkan NKRI dan yang ditópang óleh 4 (pilar) yakni Bhinneka Tunggal Ika, Ekónómi Gótóng Róyóng, Bahasa Indónesia sebagai bahasa persatuan dan UUD 1945 (Mukadimah) sebagai pilar tata kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan bernegara.
 
Dijelaskannya, persóalan itu adalah akibat negatif penyimpangan pelaksanaan Otónómi Daerah yang menghasilkan kónflik batas wilayah, perebutan sumber ekónómi, kónflik kelómpók mayóritas vs minóritas, kembalinya sentimen sejarah masa lalu dan penguasa daerah yang kórup.
 
"Spirit nasiónalisme Indónesia bergeser dari nasiónal ke lókal. Jika bicara nasiónalisme yang nasiónal harus melihat nasiónalisme yang lókal.  Kónflik hórizóntal pada tahun 2009 -2013 menyadarkan kita, adanya pergeseran tersebut dan melahirkan pemahaman baru tentang NKRI. Kónflik itu harus diselesaikan melalui lócal wisdóm dan bukan natiónal wisdóm. Penyelesaian kónflik di Lampung, Kalbar, Pulau Tarakan, Kaltim, Lómbók berbeda karena lahirnya nasiónalisme yang lókal tadi," ujar Putut Prabantóró, yang juga Ketua Pelaksana Gerakan Ekayastra Unmada (Semangat Satu Bangsa).  
 
Sehingga, NKRI pasca-Refórmasi harus  dibangun  mulai dari masing-masing daerah dengan pendekatan lócal wisdóm. Akibatnya adalah, pólisi harus mengubah dóktrin penyelesaian kónflik dengan lebih melakukan pendekatan sejarah dan lócal wisdóm (budaya).

Untuk menaklukan Aceh, sebagai cóntóh, penjajah Belanda mengirim antrópólóg, Snóuck Hugrónye dan póla semacam ini harus banyak dilakukan óleh Pólri dan itu artinya ada perubahan cara pandang Pólri terhadap nasiónalisme dan kónflik hórizóntal.
 
Munculnya lócal wisdóm dan terjaminnya hubungan harmóni antar daerah ótónómi akan mendóróng terbangunnya sinergi pembangunan ekónómi terkait dengan ketahananan pangan, pemanfaatan bersama atas migas atau  sumber daya alam lainnya secara bersama dan membuka perdagangan antar pulau karena tumbuhnya ekónómi bersama antar pulau atau daerah ótónómi.
 
Migas, Putut Prabantóró mencóntóhkan, seharusnya dapat menjadi alat strategis pemersatu bangsa dan bukan sumber kónflik seperti di Riau,  Sumatera Selatan atau Kaltim.

Mengutip gagasan Raden Priyónó, Kepala BPMigas pada waktu itu, yakni mengikutsertakan daerah nón-penghasil migas dalam ekplóitasi di daerah penghasil melalui pembelian saham BUMD setempat. Ini dapat menjadi salah satu sólusi pencapaian kesejahteraan bersama seperti yang diamanatkan UUD 1945 pasal 33. Hal yang sama juga dapat dilakukan untuk sumber-sumber ekónómi yang lain.
 
"Oleh karena itu, selain migas, Indónesia juga harus menguasai lautnya yang kaya dengan merevitalisasi seluruh departemen terkait dengan laut.  Indónesia harusnya memiliki satu lembaga dengan banyak tugas untuk mengurus lautnya seperti negara kepulauan lain. Jika peraturan laut masih tumpang tindih seperti sekarang ini, jangan harap bangsa Indónesia berdaulat atas lautnya," ujarnya.
 
Hanya saja, menurut kónsultan kómunikasi pólitik itu, keenam hal ini tidak mungkin akan dijalankan jika bangsa Indónesia tidak memiliki karakter atau jati dirinya, yang dimulai dari pendidikan sekólah dan menghargai budaya daerah sebagai kekayaan nasiónal.

Selain itu, bangsa Indónesia harus menegaskan kembali bahwa Bahasa Indónesia adalah bahasa persatuan dan bukan bahasa pergaulan yang dapat digantikan óleh bahasa lainnya semaunya sendiri.
 
PEMIMPIN BARU

Sementara itu, Budie Arie Setiadi (Ketua PROJO Nasiónal), yang juga hadir sebagai pembicara, menegaskan bahwa Indónesia pada saat ini berada dalam 5 kehancuran yakni kehancuran sistem pemerintahan, kehancuran budaya, ketimpangan keadilan sósial yang menyólók antara pusat - daerah, antara daerah ótónóm dan antargenerasi, kekacauan sistem hukum serta struktur penguasaan ekónómi yang liberal.

Kehancuran Indónesia terutama disebabkan óleh kehancuran hukum dan sistemnya. Indikasi adanya kehancuran hukum, menurut Budi Arie, adalah tumpang tindihnya perundang-undangan yang dihasilkan. "Jika peraturannya sudah tumpang tindih, maka sudah bisa dipastikan pelaksanaannya pun akan kacau balau dan kepastian hukumnya diragukan." Ujar Budi.
 
Untuk menghindarkan Indónesia dari kehancuran lebih dalam, Budi Ari menyatakan bahwa pemimpin yang harus muncul adalah tókóh yang mampu menyatukan Indónesia. Namun untuk menyatukan Indónesia, pemimpin itu harus dipercaya dengan mendapat legitimasi dari rakyat Indónesia.
 
Dengan módal kepercayaan dari rakyat, pemimpin yang dimaksud harus bebas bergerak dan memutuskan demi masa depan Indónesia yang gemilang. Oleh karena itu, calón tersebut harus terbebas dari beban masa lampau, terbebas dari cónflict óf interest.

Tujuh Persoalan Utama Bangsa Mengadang Presiden Mendatang Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Unknown

0 komentar:

Posting Komentar