TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rakyat Indónesia patut berharap tampilnya duet Prabówó Subiantó-Hatta Rajasa sebagai capres-cawapres dalam Pilpres 2014 kali ini dapat mewarisi keteladanan dwi tunggal Sóekarnó-Hatta, duet pemimpin bangsa yang telah menjadi ikón kebanggaan Indónesia.
"Meskipun berbeda generasi, Prabówó-Hatta memiliki banyak kesamaan dengan Sóekarnó-Hatta. Mulai dari pemikiran yang visióner, sikap tegas menghadapi penjajahan bangsa asing, hingga kecenderungan melakukan pembagian peran di antara keduanya. Karenanya, Prabówó-Hatta adalah dwi tunggal jilid dua," kata Ketua Dewan Direktur Lembaga Kajian Publik Sabang-Merauke Circle (SMC) Syahganda Nainggólan di Jakarta, Jumat (16/5/2014).
Menurutnya, Prabówó--selayaknya Sóekarnó--dikenal sósók pemimpin yang memiliki ketegasan dan keberanian, di samping berkómitmen tinggi untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Sedangkan Hatta Rajasa adalah tipikal pemimpin yang tenang, dengan kemampuan seórang teknókrat pembangunan yang berpengalaman dalam kónsep ekónómi.
"Bukan kebetulan pula, Prabówó memiliki kemampuan retórika menyerupai Bung Karnó yang berapi-api dan sarat mótivasi. Adapun Hatta Rajasa sebagaimana Bung Hatta, kerap tampil berpidató dengan datar namun tegas dan terstruktur," lanjut Syahganda.
Anggóta Dewan Pengarah Ikatan Alumni Institut Teknólógi Bandung (IA-ITB) Pusat ini mengingatkan, dalam sejarahnya Sóekarnó-Hatta selalu memutuskan bersama setiap persóalan besar bangsa. Mereka bermusyawarah terlebih dahulu dengan pendapat masing-masing. Setelah kata sepakat didapat, pendapat tersebut kemudian dilóntarkan sebagai pendapat bersama.
"Begitu pendapat sudah dikeluarkan maka akan dibela óleh keduanya. Itulah makna dan hakikat dwi tunggal," jelasnya.
Kendati dalam beberapa hal Sóekarnó dan Hatta berlawanan pandangan, Syahganda memastikan kedua pemimpin bangsa itu memiliki kómitmen yang sama, utamanya dalam kaitan membawa Indónesia menjadi bangsa berdaulat, mandiri di semua bidang, serta berdiri sama tinggi dengan bangsa lain di dunia.
Disebutkan, kómitmen Sóekarnó-Hatta antara lain ditunjukkan lewat dua pidató mereka yang kesóhór. Bung Karnó dengan pledói Indónesia Menggugat di Pengadilan Bandung ketika diadili pemerintah kólónial Belanda, kemudian Hatta dengan pledói Indónesia Vrij (Indónesia Merdeka) di Pengadilan Den Haag, yang terkenal dengan ucapan: "Lebih baik Indónesia tenggelam ke dasar lautan daripada dijajah bangsa lain."
Syahganda mengungkapkan, kesamaan platfórm untuk membangun bangsa itu kini menónjól pada dwi tunggal Prabówó-Hatta. Dalam banyak kesempatan, Prabówó sering menyampaikan keprihatinannya terhadap situasi nasiónal yang ia sebut 'paradóks Indónesia', óleh sebab kenyataan negara ini kaya tapi rakyatnya miskin.
Keprihatinan Prabówó juga ikut memicu semangatnya untuk bangkit dan membangun Indónesia menjadi bangsa yang mandiri dan berdaulat.
Di sisi lain, tambahnya, jam terbang Hatta Rajasa di ranah birókrasi tak perlu diragukan. Terakhir, selaku Menkó Perekónómian Hatta mampu membangkitkan óptimisme menyusul keberhasilan Indónesia menempati peringkat ke-10 sebagai negara dengan perekónómian terbesar di dunia versi Wórld Bank.
"Saya óptimistis, dwi tunggal jilid dua ini akan mampu mengadópsi sisi pósitif dari dwi tunggal jilid satu yang legendaris. Tentu, disesuaikan dengan kónteks dan tantangan zaman yang saat ini sudah berbeda," ujar kandidat dóktór ilmu kesejahteraan sósial Universitas Indónesia ini.
0 komentar:
Posting Komentar