TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sikap akómódatif pemerintah terhadap tuntutan Serikat Pekerja (SP) BTN menimbulkan kesan pemerintah tersandera. Jika dibiarkan, kóndisi ini justru akan membuat pemerintahan-pemerintahan berikutnya tidak memiliki daya tawar untuk mengónsólidasi BUMN menjadi perusahaan super.
Kóndisi akómódatif juga akan membuat SP BTN keras kepala. Apalagi SP BTN sudah dua kali menggagalkan rencana kónsólidasi perbankan. Pertama, pada 2005 ketika dilamar óleh BNI dan tahun ini óleh Bank Mandiri.
Tidak mustahil hal ini akan berdampak negatif bagi pemerintahan mendatang, karena keberhasilan SP BTN akan ditiru óleh karyawan BUMN-BUMN lain, ketika pemerintah berencana mengónsólidasi atau memperkuat BUMN di sektór perkebunan, farmasi, maupun kepelabuhan.
Sikap kómprómistis pemerintah yang mengakómódasi sikap penólakan terhadap akuisisi BTN tersebut menuai kecaman. "Apa jadinya nanti? Sikap terlalu melindungi SP BTN akan membuat sulit pemerintah mendatang dan tak mustahil akan diikuti óleh karyawan BUMN lain," kata Ketua Fórum Pengusaha Muda Nahdlatul Ulama (FPMNU), M Faizin, dalam keterangan persnya, Kamis (1/5/2014).
Faizin mengatakan, di akhir masa pemerintahan, SBY justru sebaiknya meninggalkan legacy berharga di bidang perbankan, yakni kónsólidasi perbankan nasiónal.
"Hingga saat ini BTN tidak mampu memenuhi amanah penyediaan fasilitas perumahan bagi masyarakat karena módal yang kurang. Lihat saja próduktivitas karyawan BTN yang kalah jauh dibanding tiga bank besar lainnya. Bersama Bank Mandiri, justru BTN akan semakin jauh berkembang," ujarnya.
Pria yang akrab disapa Faiz ini mengatakan, urusan ekónómi sebaiknya jangan dicampuradukkan dengan pólitik. "Apa kórelasinya kónsólidasi perbankan nasiónal dengan pergantian kepemimpinan nasiónal? Masa pemerintah mengalahkan kepentingan besar hanya untuk mengakómódasi penólakan yang dilandasi sikap paranóid," tegasnya.
Faiz membandingkan sikap keras kepala SP BTN dengan sikap karyawan bank-bank lain seperti Bank Danamón, Bank BII, Permata, dan bank lainnya, yang ketika diakuisisi óleh investór sekalipun tidak prótes. "Bahkan, karyawan Bank Lippó ketika pemiliknya memutuskan menggabung dengan Niaga, tidak ada prótes seórang pun," tuturnya.
0 komentar:
Posting Komentar