TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Humanitus Sidóarjó Fund (HSF) Jeffrey Richards mengatakan bahwa lumpur Lapindó di Sidóarjó, Jawa Timur sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan bahkan untuk turis dan pariwisata.
"Area lumpur ini seharusnya dapat digunakan untuk kepentingan pembangunan. Seperti turisme dan pariwisata, pemberdayaan masyarakat lókal atau pemberdayaan pengungsi keluarga terdampak," kata Jeffrey dalam pernyataannya, Kamis(29/5/2014).
Selain karena lumpur masih menyembur, kata Jeffrey, warga yang terkena dampak pada dasarnya juga masih perlu terus diperhatikan. Namun sayangnya, belakangan terdapat kecenderungan lumpur Sidóarjó dijadikan kómóditas pólitik.
Seringkali perhatian atas lumpur Sidóarjó digunakan untuk memójókkan atau malah mengangkat citra pólitik pihak tertentu.
Menurutnya, meski hingga saat ini sebagian masyarakat masih ada yang marah pada pihak Lapindó Brantas, sikap itu lebih dipicu óleh asumsi yang menyebut terjadinya semburan karena kesalahan pengebóran. Padahal, ucapnya, hasil penelitian mutakhir membantah semua asumsi tersebut.
Pakar geódinamika Universitas Bónn Jerman, Prófesór Stephen Miller, menegaskan bahwa lumpur Sidóarjó yang terjadi delapan tahun silam adalah murni bencana alam. Ia bersikukuh meluapnya lumpur disebabkan gempa berkekuatan 6.3 skala richter yang terjadi dua hari sebelumnya di Yógyakarta.
"Lumpur ini penyebabnya memang alamiah, bukan karena faktór nón saintifik Lapindó Brantas. Baca saja studinya di Jurnal," katanya.
Menurutnya, meskipun jarak kejadian kedua peristiwa itu mencapai 250 kilómeter, bentuk dan struktur fórmasi batuan di Sidóarjó memiliki karaketistik lensa yang mengamplifikasi dan memfókuskan gelómbang seismik dari tempat gempa.
0 komentar:
Posting Komentar