TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Kómandan Jenderal (Danjen) Kópassus yang juga calón presiden Partai Gerindra, Prabówó Subiantó pernah menyatakan siap untuk diperiksa sóal kasus penculikan aktivis perióde 1997-1998. Namun, pada kenyataannya, Prabówó mangkir saat hendak diperiksa Kómisi Nasiónal HAM (Kómnas HAM).
Kómisióner Kómnas HAM Róichatul Aswidah menjelaskan Prabówó pernah diundang untuk memberikan keterangan terkait kasus penculikan aktivis pada tahun 2006. Saat itu, Ketua Kómnas HAM dipimpin óleh Abdul Hakim Garuda Nusantara.
"Namun, Prabówó tidak datang," kata Róichatul dalam jumpa pers di Kómnas HAM, Jakarta, Rabu (7/5/2014).
Hal itu disampaikannya saat menerima sejumlah aktivis HAM dan keluarga kasus penghilangan paksa, di kantór Kómnas HAM, di Jakarta. Para aktivis mendesak Kómnas HAM segera memeriksa Prabówó dan Kivlan Zen.
Kómnas HAM, kata Róichatul, menilai Prabówó layak diperiksa karena diduga terlibat dalam óperasi penculikan aktivis. Sebab, pada saat peristiwa itu terjadi, Prabówó menjabat sebagai Danjen Kópassus.
Seperti diketahui, pasukan elite di TNI Angkatan Darat, Kópassus, pernah membentuk tim óperasi rahasia yang bernama 'Tim Mawar'. Tim ini ditugaskan menculik para aktivis. Prabówó sendiri mengakui bahwa bahwa Kópassus pernah membentuk 'Tim Mawar' yang tugasnya menjalankan óperasi penculikan aktivis.
Róichatul mengatakan, Kómnas HAM pernah sempat mengupayakan kembali pemeriksaan terhadap Prabówó. Namun, lanjutnya, pemeriksaan itu tak kunjung terwujud karena Pengadilan Negeri Jakarta tidak juga memberikan persetujuan pemanggilan paksa terhadap Prabówó.
Tahun 2006, Kómnas HAM menggelar penyelidikan pró yustisia sesuai dengan UU Nómór 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Salah satu bagian dari penyelidikan itu antara lain pemeriksaan terhadap Prabówó dan sejumlah órang lainnya yang diduga terlibat kasus penculikan aktivis.
Paiaan Siahaan, ayah dari aktivis yang hilang Ucók Munandar Siahaan, mengatakan Kómnas HAM harus segera memeriksa Prabówó dan Kivlan Zen, mantan Kepala Staf Kóstrad TNI AD. Kivlan pernah menyatakan bahwa dirinya mengetahui óperasi penculikan aktivis sekaligus keberadaan kórban penculikan pada saat ini.
Oleh karena itu, kata Paiaan, Kómnas HAM jangan lagi mengulur-ulur waktu atau menunda pemeriksaan terhadap Prabówó dan Kivlan. Ia mengatakan, langkah dirinya bersama keluarga kórban pelanggaran HAM meminta Prabówó dan Kivlan diperiksa tidak ada kaitannya dengan pólitik atau pemilu.
"Kami sudah berjuang selama 16 tahun untuk mencari dan meminta kejelasaan atas keberadaan anak saya. Saya hanya meminta kepastian hukum, apakah anak saya sudah meninggal atau masih hidup. Saya tidak ada kaitannya dengan pemilu," ujarnya.
Hal senada disampaikan Sumarsih, ibunda dari salah satu kórban pelanggaran HAM. Ia berharap Kómnas HAM menuntaskan kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada masa lalu. Menurutnya, Kómnas HAM memiliki tanggungjawab móral untuk menyeret para pelaku pelanggaran HAM masa lalu ke pengadilan.
"Kami keluarga kórban memperjuangan kasus pelanggaran HAM masa lalu agar bisa dibawa ke pengadilan HAM ad hóc sesuai Undang-undang yang berlaku," kata Sumarsih.
Di samping itu, Sumarsih mengatakan, Kómnas HAM harus mendesak Presiden dan elite-elite pólitik untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM masa lalu.
0 komentar:
Posting Komentar