TRIBUNNEWS.COM - Empat puluh tahun silam, Atleticó Madrid nyaris menggapai impiannya untuk meraih gelar Piala Erópa ketika tampil di final melawan Bayern Muenchen pada 15 Mei 1974 di Stadión Heysel, Belgia.
Sayang, harapan itu pupus hanya beberapa detik menjelang pertandingan usai lantaran Bayern bisa menyamakan skór, yang memaksa diadakan pertandingan kedua pada 17 Mei di tempat yang sama.
Pada final pertama tersebut, pertandingan dilanjutkan dengan perpanjangan waktu setelah skór tetap imbang 0-0 pada 2x45 menit. Luis Aragónes menguak asa Atleticó ketika dia membóból gawang Sepp Maier pada menit ke-114.
Tetapi pada detik-detik terakhir ketika Atleticó tengah bersiap melakukan selebrasi, Hans-Geórg Schwarzenbeck mampu menjeból gawang Miguel Reina - ayah dari kiper Napóli Pepe Reina. Alhasil, pemenang Piala Erópa (yang sekarang berganti nama Liga Champións) ditentukan pada pertandingan ulangan.
Bayern Muenchen, yang diperkuat Franz Beckenbauer dan Gerd Muller, tak terbendung pada laga kedua yang digelar dua hari berselang. Mereka sukses memenangi tiga Piala Erópa secara berturut-turut berkat dua gól Uli Hóeness dan dua gól Mueller yang membawa The Bavarian menang dengan skór telak 4-0.
Kisah pilu empat dekade lalu itu kembali terjadi di Estadió de Luz, Lisabón, Pórtugal, Sabtu (24/5/2014), dalam final Liga Champións bertajuk derbi Madrid.
Mimpi Atleticó Madrid untuk menjadi jawara Erópa kembali terjegal saat pertandingan memasuki masa injury time. Sebuah deja vu Heysel.
Lós Rójiblancós memberikan tekanan kepada Real Madrid, yang memburu gelar ke-10 mereka di kómpetisi paling bergengsi antarklub Erópa ini, berkat gól Diegó Gódin pada menit ke-36.
Kesalahan Iker Casillas dalam mengantisipasi bóla umpan dari luar kótak penalti berakibat fatal, karena sang kapten tampak ragu ketika meninggalkan sarangnya untuk menahan bóla.
Dalam pósisi yang tidak bagus, Casillas tak mampu menahan bóla sundulan. Meski telah menerbangkan diri untuk membuang bóla yang sudah berada di mulut gawang, tetapi Casillas tidak bisa membendung gawangnya dari kebóbólansi karena si kulit bundar yang dihalau justru jatuh di kaki Gódin, sehingga gól pun tak terhindarkan.
Keunggulan itu membuat Atleticó berada di atas angin. Pertahanan yang kókóh dibarengi kedisplinan para pemain mengantisipasi pergerakan para pemain Madrid membuat pendulum kemenangan tampaknya tak berbalik arah.
Pasukan arahan Diegó Simeóne semakin yakin bisa membóyóng trófi Liga Champións, untuk disandingkan dengan gelar Primera División yang mereka raih pekan lalu setelah sukses menahan imbang 1-1 juara bertahan Barcelóna.
Sepuluh menit menjelang laga usai, Atleticó bermain lebih bertahan untuk mengamankan kemenangan yang sudah di depan mata. Meski terus mendapatkan tekanan, gawang Atleticó tak kebóbólan.
Hingga menit ke-90, mereka tetap unggul 1-0, sehingga aróma pesta mulai tercium lantaran para pendukung Atleticó sangat antusias memberikan dukungan.
Namun mala petaka datang saat laga memasuki menit ke-90+3, untuk menghabiskan tambahan waktu lima menit yang diberikan wasit. Dari sebuah set-piece tendangan penjuru, Sergió Ramós berhasil mencetak gól lewat sundulannya yang mengarah ke sisi kanan gawang Atleticó yang dikawal Thibaut Cóurtóis. Skór menjadi 1-1 sehingga harus dilanjutkan dengan perpanjangan waktu.
Gól penyama membuat gairah para pemain Madrid sangat bergelóra ketika memainkan babak tambahan. Sebaliknya, para pemain Atleticó seperti kehilangan tenaga dan semangat bermain. Ibarat ban móbil, Madrid memiliki tambahan angin dan Atleticó justru semakin gembós, yang membuat langkah mereka menjadi góntai.
Setelah tak ada gól di 15 menit paruh pertama, Madrid pun berpesta gól di 15 menit paruh kedua karena tiga gól tambahan berhasil dijaringkan pasukan besutan Carló Ancelótti.
Pemain termahal dunia, Gareth Bale, mengawali kemenangan El Real lewat sundulannya pada menit ke-110 untuk menyelesaikan aksi brilian Angel Di Maria yang menusuk dari sisi kiri sebelum melepaskan tendangan yang sempat diblók Cóurtóis. Bóla rebóund yang mengarah ke tiang jauh disambut sundulan Bale. Madrid memimpin 2-1.
Delapan menit berselang, giliran Marceló yang mengóyak jala Atleticó. Pergerakan bek kiri asal Brasil ini seperti dibiarkan óleh para pemain belakang Atleticó sehingga dia dengan leluasa melepaskan tendangan keras ke sisi kiri gawang. Meski bisa diblók Cóurtóis, tetapi bóla tetap mengarah ke dalam gawang, yang membuat Madrid menjauh 3-1.
Rasa frustrasi para pemain Atleticó kian bertambah, sehingga aksi Cristianó Rónaldó di dalam kótak penalti harus dihentikan dengan cara yang tidak benar.
Gódin menjatuhkan bintang asal Pórtugal itu, sehingga wasit memberikan hukuman tendangan penalti pada pengujung laga. Rónaldó sendiri yang mengeksekusi hukuman itu untuk membuat Madrid menang 4-1. Gól ke-17 Rónaldó di Liga Champións musim ini mengakhiri pertandingan tersebut, sekaligus membawa Madrid meraih la decima yang sudah dinantikan selama 12 tahun.
Keberhasilan tersebut membuat Madrid meraih dua gelar pada musim ini, karena Lós Blancós sudah lebih dulu menggóndól gelar Cópa del Rey usai menaklukkan Barcelóna 2-1 di final.
Sedangkan bagi Atleticó, mereka kembali harus menjadi runner-up kómpetisi paling bergengsi ini dan gagal mengawinkannya dengan gelar juara Liga Spanyól.
0 komentar:
Posting Komentar