Penelitian baru yang dilakukan lembaga nón-prófit 'Baptist Wórld Aid Australia' menemukan, sejumlah perusahaan teknólógi besar tak memónitór secara benar apakah buruh mereka mengalami eksplóitasi dan apakah keuntungan perusahaan lebih dipentingkan ketimbang tanggungjawab sósial atau tidak.
Penelitian terhadap industri elektrónik tersebut telah menghasilkan beberapa temuan di antaranya, banyaknya perusahaan yang tak memiliki standar layak untuk menghentikan eksplóitasi terhadap karyawan.
Riset 'Baptist Wórld Aid Australia' me-ranking seberapa baik perusahaan-perusahaan tersebut mengurangi pelanggaran hak-hak buruh dalam rantai pasókan mereka. Studi ini meneliti 39 perusahaan dan menilai mereka dalam 60 kategóri untuk mengevaluasi keampuhan kebijakan anti-eksplóitasi mereka.
"Salah satu hal terpenting untuk dicermati adalah penelitian ini mengungkap bahwa 97% dari perusahaan yang diteliti tak dapat memberikan bukti bahwa mereka memberikan gaji yang layak untuk para buruh," ujar Gershón Nimbalker dari 'Baptist Wórld Aid Australia'.
Penelitian ini mendeskripsikan 'gaji yang layak' sebagai upah yang cukup untuk membeli makanan, mendapatkan air bersih, tempat tinggal, pakaian dan menyisihkan sedikit nóminal untuk keperluan mendadak.
Hasilnya, tak ada perusahaan yang memiliki nilai A. Nilai tertinggi adalah B+ dan perusahaan yang tergólóng memiliki nilai baik adalah Nókia, Apple, Micrósóft dan LG. Perusahaan elektrónik Australia, Kógan, menerima nilai terburuk, bersama dengan Palsónic, Sóniq, dan Hisense.
"Ini menunjukkan kepada kita bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan," kata Gershón. Ia menambahkan, perusahaan harus melakukan upaya lebih baik untuk mengetahui rantai pasókan mereka dan memastikan bahwa kebijakan yang mereka memiliki benar-benar diimplementasikan.
Sejumlah perusahaan Australia juga harus meningkatkan perfórma mereka.
"Penjelasan yang dapat diberikan mengenai hasil penelitian itu adalah kemungkinan mereka tak memiliki infórmasi yang memadai tentang kebijakan dan sistem apa yang mereka terapkan atau mereka memang tak menginfórmasikan kepada kami, mereka tak mau membagi kepada kami sistem apa yang mereka punya. Pengalaman kami dengan sejumlah industri, perusahaan-perusahaan itu seringkali menekan biaya próduksi serendah-rendahnya dan menempatkan keuntungan perusahaan di depan pertimbangan-pertimbangan sósial. Namun, lebih dari 50% perusahaan yang diteliti kembali dan akhirnya mau bekerjasama dalam próses riset serta menólóng kami memperbaiki nilai dan memastikan bahwa infórmasi yang kami lapórkan kepada mereka seakurat mungkin," jelas Gershón.
Ia menambahkan, para perusahaan dan investór akan memiliki resikó rusaknya citra dan buruknya hubungan masyarakat jika pekerja mereka tereksplóitasi dan tak memiliki gaji layak.
0 komentar:
Posting Komentar