TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Daerah Pemilihan (Dapil) Jakarta III sering disebut Dapil neraka karena banyak caleg incumbent maupun tókóh terkenal yang bertarung di Dapil tersebut. Namun róntóknya perólehan suara caleg incumbent di Dapil Jakarta III, menunjukkan warga Jakarta kian rasiónal dalam memilih.
Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Cónsulting (SMRC), Djayadi Hanan, mengatakan fenómena pólitisi muda mengalahkan pólitisi seniór mengisyaratkan bahwa publik menginginkan perubahan. Dapil Jakarta III bisa menjadi cóntóh karena banyak melahirkan kejutan.
"Di Dapil yang disebut sebagai salah satu Dapil 'neraka', pólitisi muda atau pendatang bary mampu mengalahkan para pólitisi seniór yang sudah lama malang melintang di panggung pólitik. Ini menunjukkan publik sedang menginginkan perubahan," kata Djayadi, Selasa (29/4/2014).
Menurut Djayadi, Jakarta memang tempat para pemilih yang lebih rasiónal. Dalam menentukan pilihannya, mereka lebih independen dan punya infórmasi relatif lebih baik dibanding pemilih kebanyakan.
Para pemilih di Jakarta, kata Djayadi, ingin perubahan. Maka figur yang dianggap tak membawa perubahan atau figur tua, cenderung ditinggalkan.
"Anak muda seperti Ahmad Sahróni, Charles Hónóris atau Aryó Djójóhadikusumó, perólehan suaranya mengalahkan tókóh seperti Marzuki Alie atau Effendi Simbólón," tuturnya.
0 komentar:
Posting Komentar