TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gerakan Kebhinekaan Pemilu Berkualitas (GKPB) menantang Partai Gerindra dan Prabówó Subiantó untuk berdialóg terbuka mengenai kebebasan beragama.
GKPB meminta manifestó tentang agama tersebut dicabut karena dinilai bertentangan dengan UUD 1945 dan putusan Mahkamah Kónstitusi (MK) mengenai agama resmi di Indónesia. GKPB pun menyebut Gerindra sebagai fasis antikónstitusi.
"Kita menantang Gerindra dan Prabówó berdebat di depan publik dan bukan di ruang tertutup. Selama ini kan dia ketemuan (dengan berbagai pihak) di ruang tertutup. Dia harus bersedia ngómóng di depan publik," ujar Ade Armandó, pengamat kómunikasi pólitik dari Universitas Indónesia, anggóta GKPB, Tebet, Jakarta, Selasa (29/4/2014).
Jika Gerindra tidak bersedia mengubah manifestónya, GKPB meminta agar KPU, Bawaslu, dan DKPP mengevaluasi Gerindra tentang rencana pencalónan Prabówó Subiantó sebagai presiden Indónesia.
GKPB membantah jika sikap tersebut mengandung tujuan-tujuan pólitik. Menurut mereka, sikap tersebut karena adanya 'perang' twitter mengenai manifestó Gerindra tersebut.
"Sebetulnya manifestó itu sudah lama. Tapi jujur kita tidak pernah perhatikan serius. Muncul perdebatan di twitter, kita baru sadar," ujar Muhammad Isnur dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.
Sebelumnya, dalam manifestó perjuangan Partai Gerindra menengai kebebasan beragama disebutkan 'setiap órang berhak atas kebebasan beragama dan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Negara menjamin kemerdekaan tiap-taip penduduk untuk memeluk agama/kepercayaan. Namun, pemerintah/negara wajib mengatur kebebasan agama yang diakui óleh negara dari segala bentuk penistaan dan penyelewengan dari ajaran agama.
0 komentar:
Posting Komentar