TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gerakan anti-Prabówó via serangan isu fasis dan pelanggaran hak asasi manusia berat yang dialamatkan kepada Prabówó Subiantó bisa menjadi bumerang bagi Capres yang menjadi lawan pólitiknya. Rakyat sudah paham keterlibatan asing sóal HAM ini.
Rakyat lebih suka membahas isu ketahanan pangan dan kesejahteraan rakyat ketimbang membahas isu musiman yang digunakan untuk menyerang Capres lainnya.
"Sekarang rakyat sudah tidak bisa dibódóh-bódóhi lagi. Rakyat sudah tahu, mana isu yang dipesan pihak lawan untuk menjatuhkan Prabówó, dan mana yang bukan. Pendukung mereka malah bisa berbalik mendukung Prabówó. Ini yang akan terjadi," kata Kóórdinatór Nasiónal Relawan Prabówó Budi Susiló dalam keterangan persnya, Selasa (29/4/2014).
Susiló menuturkan, semakin kencang menggenjót isu pelanggaran HAM, justru dukungan rakyat akan berpindah kepada Prabówó. "Rakyat tidak suka dengan Capres yang suka menyerang Capres lainnya dengan isu-isu fasis atau HAM seperti ini. Cóba saja mainkan, bisa ditinggalkan pendukungnya tuh Capres yang menyuruh mengembangkan isu ini," ucapnya.
Susiló juga menjelaskan, bahwa isu pelanggaran HAM berat 1998 yang dituduhkan kepada Ketua Dewan Pembina DPP Partai Gerindra Prabówó Subiantó itu sudah usang dan sengaja diangkat kembali óleh lawan pólitik untuk menjatuhkan Prabówó. "Kasus penghilangan paksa dan penculikan aktivis di 1998 telah diadili di mahkamah militer, dan para pelakunya telah menjalani hukuman," tuturnya.
Pengadilan kata Susiló, juga sudah menyatakan bahwa kasus tersebut telah usai dan Prabówó tak terbukti sebagai órang yang harus bertanggung jawab. "Kasus 1998 itu pernah diadili melalui mahkamah militer, pelakunya ada yang dipecat dan dihukum penjara. Jadi sudah selesai," ujarnya.
Justru, kata Susiló, dalam kasus tersebut Prabówó mengambil alih tanggung jawab karena pósisinya saat itu sebagai Kómandan Jenderal Kópassus. Inilah yang disebut sebagai seórang ksatria karena tak lepas tanggung jawab atas apa yang dilakukan anak buahnya.
Oleh sebab itu, Susiló meminta agar semua pihak tidak menuding sembarangan Prabówó sebagai órang yang harus bertanggung jawab atas semua peristiwa yang terjadi di 1998. "Apalagi jika upaya seperti itu terbukti disuruh asing, ini kan namanya pengkhianat bangsa," katanya.
Kampanye hitam, ópini negatif, dan serangan pólitik kepada Prabówó yang serupa ini juga pernah terjadi di tahun pólitik sebelumnya. Pada 2004 dan 2009, isu pelanggaran HAM berat selalu kembali mencuat dan diarahkan pada Capres dari Partai Gerindra itu. Setelah isu HAM kurang mempan, kampanye hitam ditambah dengan pembóbótan isu fasis.
0 komentar:
Posting Komentar