TRIBUNNEWS.COM, CIAMIS - Para peternak penggemukan sapi masih enggan mengisi kandang sapi mereka menyusul masih mahalnya sapi bakalan dalam enam bulan terakhir ini.
Sapi bakalan adalah sapi usia setahun yang khusus diternakan untuk penggemukan. Harga sapi bakalan ini sampai minggu ketiga Desember berkisar Rp 9 juta sampai Rp 11 juta untuk ukuran sedang.
"Saya biasanya setiap musim menggemukan 50 ekor sapi bakalan. Tapi setelah harga sapi bakalan naik, sekarang hanya melihara 20 ekor sapi," ujar H Wasdi, peternak penggemukan sapi di Desa Margaharja Kecamatan Sukadana Ciamis, kepada Tribun, Senin (16/12/2013).
Sejak terjadinya krisis daging sapi, tak hanya berdampak pada membumbungnya harga daging sapi di pasar konsumen, tapi juga membuat naik harga sapi hidup. "Sejak lebaran lalu berlanjut ke Iduladha pada Oktober, sampai sekarang harga sapi hidup masih kisaran Rp 38.000 sampai Rp 40.000 per kilo. Masih tetap mahal dan tidak kunjung turun," katanya.
Menurut Wasdi, seekor sapi bakalan ukuran sedang berbobot 200 kg sampai 225 kg, dengan potensi daging 75 kg sampai 100 kg (70 persen karkas), harganya berkisar Rp 9 juta sampai Rp 11 juta. Setelah setahun digemukan, dengan tata cara budidaya yang normal, akan menghasilkan sapi potong siap panen dengan bobot 250 kg sampai 300 kg.
"Waktu panen setelah setahun digemukan harganya mencapai Rp 15 juta sampai Rp 16 juta," ujar H Wasdi.
Meski harga jual cukup menggiur dan banyaknya permintaan sapi untuk disembelih guna memenuhi permintaan daging sapi lokal, namun tidak membuat peternak penggemukan tergiur untuk jor-joran mengisi kandang mereka.
"Peternak masih enggan mengisi kandang. Alasan utamanya, karena harga sapi bakalannya masih mahal. Peternak juga khawatir kalau tiba-tiba pemerintah memasukan sapi impor dari Australia dengan harga lebih murah. Ketika sapi impor yang jauh lebih murah masuk, tentu peternak yang tengah memelihara sapi lokal rugi besar," jelasnya.
Dalam kondisi seperti sekarang ini untuk menggairahkan peternakan dalam negeri, khususnya peternak sapi di Ciamis, kata Wasdi, perlu ada upaya diversifikasi usaha. Misalnya peternak khusus penggemukan sapi, juga memelihara ayam kampung.
Di Garut Kepala Bidang Pengembangan Usaha pada Dinas Peternakan Jabar, Dince ST, mengatakan Jabar membutuhkan 665.370 ekor sapi tahun ini. Dari angka tersebut, 509.894 ekor sapi atau 81.804 ton daging sapi dibutuhkan untuk konsumsi sehari-hari. Sedangkan, 155.476 ekor sapi atau 24.944 ton daging sapi dibutuhkan saat hari raya.
"Artinya, Jabar membutuhkan 665.370 ekor sapi atau 106.748 ton sapi per tahun. Sedangkan, Jabar hanya bisa memproduksi 119 ribu sampai 200 ribu ekor per tahun. Sisanya, diimpor dari provinsi lain atau negara lain," kata Dince di Kantor Badan Koordinasi Pemerintahan dan Pembangunan Wilayah IV Provinsi Jabar, Garut, kemarin.
Sejak 2012, ujarnya, kenaikan produksi sapi di Jabar di bawah 10 persen. Jika Jabar ingin berswasembada daging sapi, ucapnya, dibutuhkan bibit sebanyak 100 ribu ekor sapi. Selama lima tahun pertumbuhannya, barulah Jabar bisa swasembada daging sapi.
Anggaran yang terbatas, kata Dince, menyebabkan kesulitan pencapaian swasembada tersebut. Untuk membeli 100 ribu ekor sapi bibit itu, dibutuhkan sekitar Rp 1,5 triliun. Sebab, seekor bibit sapi Rp 15 juta. (sta/sam)
0 komentar:
Posting Komentar