Energi di sekitar Gunung Merapi telah mempersatukan seniman Australia dan Indonesia dalam sebuah kolaborasi. Kerjasama bertajuk Instrument Builders Project ini berhasil membuat instrumen musik yang bisa dimainkan dengan memanfaatkan "pergolakan" yang terjadi di sekitar gunung di wilayah Yogyakarta tersebut. Instrumen ini kemudian diberi nama Mountain Operated Synthesizer (MOS).
Joel Stern, kurator dari Instrument Builders Project, mengatakan instrumen ini digagas oleh dua seniman Australia, Michael Candy dan Pia Van Gelder, bekerja sama dengan seniman asal Yogyakarta, Andreas Siagian.
"Mungkin Anda bertanya bagaimana gunung bisa memainkan instrumen musik. Instrumen ini merespon sejumlah faktor lingkungan. Angin, panas, dan kelembaban menjadi tiga faktor utama," jelas Joel.
"Instrumen tersebut memiliki sirkuit elektronik didalamnya, yang menggunakan ketiga faktor lingkungan tersebut untuk kemudian diubah menjadi suara. Misalnya, saat angin sedang kencang di puncak Gunung Merapi, suara akan menjadi lebih kencang dan sebaliknya," jelasnya.
Tapi ia mengatakan, mengingat basisnya yang disimpan di puncak gunung, maka mereka tidak yakin seberapa lama instrumen ini bisa memainkan musik.
"Instalasi ini menggunakan tenaga surya, jadi secara teori, kalau tidak ada yang rusak, seharusnya bisa berlangsung lama," kata Joel.
Foto: Prototipe dari "Mountain Operated Synthesizer" yang dipamerkan di Indonesia Contemporary Art Network, di Yogyakarta (Foto: Joel Stern)Dikatakan, "Tentu saja instrumen ini tidak dibuat untuk tahan dari letusan gunung, dan tempat dimana instalasi ini berada bisa tertutup abu vulkanik karena berada di area yang kurang stabil."
"Jelang beberapa minggu setelah instalasi ini disimpan, letusan kecill terjadi. Sampai saat ini, kita tak yakin bagaimana suara yang dihasilkan, meski pun ternyata bisa bertahan dari letusan," tambah Joel.
Joel mengatakan seniman Andreas Siagian berperan sebagai konsultan bersama komunitas setempat untuk membangun instrumen di gunung berapi tersebut.
"Saya pikir para seniman yang terlibat sangat respek pada mitos seputar Gunung Merapi dan budaya Jawa. Mereka juga mau instalasi instrumen tersebut dianggap sebagai sesajen atau persembahan bagi gunung, jadi bukan sesuatu yang mengganggu gunung tersebut," ujar Joel.
"Jadi mereka sangat berhati-hati saat membangun instrumen, bukan mencoba untuk mendominasi lingkungan," katanya.
0 komentar:
Posting Komentar