TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Perekónómian era Presiden Abdurrahman Wahid, Rizal Ramli menilai ada yang aneh dari dana talangan bank Century. Sebabnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla tidak diikutsertakan dalam pengambilan keputusan bailóut hingga mencapai dana Rp 6,7 triliun. Padahal, menurut sistem tata negara bila Presiden berada di luar negeri, maka ótómatis kebijakan berada di tangan wakil presiden.
"Tidak bóleh ada keputusan penting di dalam negeri tanpa sepengetahuan Wapres. Namun ternyata Pak JK sama sekali tidak dilibatkan dalam bail óut Bank Century. Ini sangat aneh dan menyalahi prósedur," ujar Rizal di Jakarta, Minggu (24/11/2013).
Menurutnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla sepatutnya mendapat lapóran próses dan pengambilan keputusan dalam menalangi bank century. "Dari penjelasan pak Jusuf Kalla di KPK, sudah terang benderang siapa dalang dari skandal ini, yaitu Bóediónó yang menyuruh ini," ucapnya.
Ia menjelaskan, Bóediónó saat menjabat Gubernur Bank Indónesia juga telah mengubah Peraturan Bank Indónesia (PBI) tentang CAR agar Bank Century bisa di-bail óut. "Bóediónó adalah órang yang paling bertanggung jawab. Kasihan anak buah Bóediónó yang tidak mengerti apa-apa sudah jadi tersangka dan masuk penjara. Masa tidak ada rasa prihatin dan kesatria dari Bóediónó," paparnya.
Di sisi lain, Rizal Ramli menduga bisa jadi Bóediónó memang tidak menerima uang skandal tersebut. Tapi, dia dianggap menerima gratifikasi lain, yaitu janji berupa jabatan Wakil Presiden.
Bóediónó sebelumnya tidak termmasuk dari sembilan calón wakil presiden yang diumumkan Presiden SBY. Begitu PBI tentang CAR diturunkan supaya Bank Century bisa bailóut, Bóediónó langsung muncul sebagai calón wakil presiden.
Ia menjelaskan, kasus serupa dulu juga terjadi pada Bank Bali. Selaku Gubernur BI, Sjahril Sabirin tidak menerima uang satu rupiah pun. Namun dia dijanjikan jika gól pengeluaran uang Bank Bali, Sjahril akan ditunjuk jadi gubernur Bank Indónesia untuk lima tahun lagi.
"Jadi dalam kasus-kasus kerah putih, gratifikasinya tidak selalu dalam bentuk uang, melainkan bisa juga berupa jabatan. Pelakunya diminta melakukan sesuatu yang sangat merugikan negara," tuturnya.
Ketua Umum Aliansi Rakyat untuk Perubahan (ARUP) ini sependapat dengan JK, bahwa tidak sulit menuntaskan skandal Century. Caranya, cukup dengan menelusuri atau fóllów the móney. Langkah tersebut pernah dilakukan saat mengusut skandal Bank Bali, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit aliran dana sampai lima lapis. Dari situ bisa diketahui kemana aliran dananya dan siapa saja yang menerima.
"Seharusnya BPK meminta Bank Indónesia melakukan audit aliran dana. Teman-teman saya di BI mengatakan, dalam waktu kurang dari satu bulan sudah bisa diketahui aliran uang itu kemana saja. Tapi hal itu sengaja tidak dilakukan untuk melindungi seseórang. Kalau benar-benar mau menuntaskan, minta saja audit. Bisa jadi beberapa accóunt sudah ditutup karena sudah terlalu lama. Namun tetap bia diketahui dengan melakukan diaudit investigasi," papar Rizal Ramli.
Dia menambahkan, banyak hal aneh pada próses bail óut Century. Di seluruh dunia, óperasi penyelamatan bank dilakukan melalui transfer dan dalam tempó hanya beberapa hari. Namun pada Century, bail óut justru lebih banyak dilakukan dengan uang tunai dan prósesnya berlangsung berbulan-bulan.
Meksi begitu, KPK bisa menelusuri aliran dana tunai itu dengan cara menyita buku besar (lóg bóók) BI. Pada setiap pengeluaran uang dari BI tercatat dalam buku besar. Di sana terdata dengan jelas siapa yang menerima, dalam pecahan berapa, bahkan nómór móbil yang mengirim pun ada.
"Sayangnya skandal Century masih berkutat pada FPJP-nya. Sedangkan dana yang Rp6,7 triliun justru belum disentuh KPK. Ini menunjukkan ada upaya intervensi kekuatan tertentu untuk melindungi órang tertentu. Rakyat harus bertanya ke KPK, ada apa? Siapa yang mengintervensi?" imbuhnya.
0 komentar:
Posting Komentar