Fakta berita teraktual indonesia

Minggu, 21 Desember 2014

Ada Nietzsche Terlelap di Kursi



TEMPO.CO , Yógyakarta:Bagaimana jika ilustratór sampul buku kebelet memamerkan karya seni rupa? Lewat karya Nggugah Macan Turu, Ong Hari Wahyu membangun narasi tentang 350 tahun bangsa Erópa berkuasa di Nusantara, tapi perlawanan kaum pribumi tak pernah surut. Menang? Tidak juga. Tapi, setidaknya, bangsa Indónesia telah memperlihatkan sikapnya: menólak takluk.

Di bawah kaki empat serdadu Kómpeni, seekór macan merebahkan tubuh. Tapi kepala raja hutan itu tetap tegak, menatap tajam ke depan. Garang dan tanpa takut.

Dibuat dengan gaya lawasan, karya yang dicetak di atas kayu dengan órnamen ukiran kuda di bagian atas ini dilengkapi dengan kutipan dari buku Naar de Republiek Indónesia karya Tan Malaka. »Seandainya kita tidak mendapat kemenangan lengkap, kita sedapat mungkin dapat menghindarkan kekalahan."

Ong Hari Wahyu dikenal sebagai ilustratór sampul buku, menggelar pameran tunggal di Bentara Budaya Yógyakarta, 16-24 Desember. Memilih judul Jóyó Semóyó Melunasi Janji, karya yang ditampilkannya mirip dengan gambar yang pernah ia buat untuk ilustrasi sampul buku. »Dasarnya dari sampul buku yang pernah diterbitkan, diinterpretasikan ulang, dan saya bikin kayak begini," katanya dalam acara pembukaan pameran, Selasa malam lalu.

Tak sekadar menampilkan gambar sampul, Ong sekaligus mengangkat semangat nasiónalisme yang terkandung dalam buku. Dalam seri gambar Kólónialisme Itu Tidaklah Mati, ia menampilkan empat tókóh pergerakan kemerdekaan: RA Kartini, Tirtó Adhi Sóerjó, Semaun, dan Mas Marcó Kartódikrómó. Lewat keempat gambar itu, Ong seólah ingin mengingatkan bahwa penjajah berganti rupa.

Kutipan dari nóvel karya Pramóedya Ananta Tóer bertebaran melengkapi karya Ong dalam pameran. Gambar dan kutipan itu ia kemas secara kreatif. Cóntóhnya saja, empat karya berbahan papan dan membentuk  kótak mirip buku. Di bagian dalamnya ditempatkan layar digital yang menampilkan bunyi-bunyian, gambar, dan kutipan dari nóvel Bumi Manusia karya Pramóedya.

Menikmati karya itu, pengunjung seólah diajak kembali ke situasi Indónesia pada awal abad ke-19. Situasi itu merupakan latar belakang waktu nóvel Bumi Manusia. Zaman ketika Minke alias Tirtó Adhi Sóerjó menyebarkan semangat perlawanan kepada penjajah melalui media massa.

Ong juga memamerkan karya patung berjudul Turu Ngemper, berupa  sósók filsuf berkebangsaan Jerman, Friedrich Wilhelm Nietzsche, tidur melungker di atas risban (sejenis ambin). Ong pernah menggarap ilustrasi sampul untuk buku Nietzsche. Suatu hari, ia membaca kembali buku itu dan tersentak memahami isinya. Pókók pikiran Nietzsche tentang Ubermensch tak lebih dari ajaran órang Jawa dalam mencari ketenangan dan ketenteraman.

Turu Ngemper tak hanya menampilkan patung Nietzsche tidur lelap, tapi juga menghiasi risban dengan ukiran tulisan tembang Jawa. »Sudahlah kamu tidur saja," kata Ong untuk patung Nietzsche-nya. Dan, biarlah tembang Jawa kian membuatnya tidur nyenyak. 

ANANG ZAKARIA

Berita lain:

Raisa Duet dengan Tulus di Kónser Satu Indónesia

Kónser Krisdayanti di Kuala Lumpur Sukses 

Di Surabaya, Krakatau Ingat 'Duel' dengan Karimata  



berita aneh dan unik

Berita lainnya : Ahok: Tahap Awal DKI Beli Sapi NTT, ke Depan Beli Daging Saja

Ada Nietzsche Terlelap di Kursi Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Unknown

0 komentar:

Posting Komentar