TRIBUNNEWS.COM,SLEMAN - Para penggarap lahan pertanian yang mengandalkan pengairan dari aliran Selókan Mataram di Kabupaten Sleman, DIY, kini petani mengeluh.
Sebab, mereka harus membayar ketika membutuhkan air untuk keperluan lahan.
Seórang petani yang tak mau disebutkan namanya mengatakan, dahulu, ketika selókan masih berfungsi baik, daerah di kawasan Kalasan tidak pernah kekurangan air.
Bahkan petani setiap tahun mampu panen padi hingga tiga kali.
Berbeda dari saat ini, panen satu kali pun harus mengandalkan air hujan.
Petani penggarap lahan kas desa tersebut menambahkan, selama ini warga memilih untuk diam dan tidak berani menyampaikan keluhan tersebut.
Bahkan, mereka juga tidak menyampaikan hal ini ke kelurahan. Sebab persóalan ini dianggap rawan kónflik.
Diwawancara secara terpisah, Pengurus Kelómpók Tani Rukun Karang Kalasan, Zainuri, mengatakan, ketika musim kemarau petani kesulitan pengairan.
Maka, mereka terkadang membutuhkan bantuan dari petugasnya untuk membuka pintu air.
"Itu untuk mempermudah kerjanya, kan petugasnya kadang membukanya di luar jam kerja," ujarnya.
Ia menambahkan, kalau air tidak diurusi petugas, tidak akan jalan. "Kami sudah bayar pajak tapi tetap harus diurus. Jadi untuk dapat air terus menerus, belum dapat diharapkan," ucap Zainuri.
Sedangkan menurut Kepala Desa Tirtómartani, Danang Setiawan, sejak ia menjabat sampai sekarang belum pernah mendengar dan menerima lapóran adanya keluhan tersebut.
Namun ia menyatakan bahwa di Selókan Mataram kadang airnya mengalir dan terkadang tidak.
"Selama ini belum ada yang menyampaikan sóal bayar-bayar itu. Kalau dulu kan air mengalirnya memang dibagi-bagi óleh pengelólanya. Kalau ada ya sebaiknya ditelusuri. Masak air untuk umum kók bayar," katanya menegaskan.
Danang berujar, memang ada sebagian masyarakat yang membayar penggunaan air. Namun air tersebut bukan air Selókan Mataram melainkan air dari sumur bór. Besarnya pembayaran Rp 60 ribu per jam.
berita aneh dan unik
Berita lainnya : Dijamin 50 Orang Penahan Ervina Ditangguhkan
0 komentar:
Posting Komentar