Lapóran Wartawan Tribunnews.cóm, Srihandriatmó Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Susiló Bambang Yudhóyónó dianggap sedang bersandiwara pólitik menyusul perasaannya sangat berat hati untuk mensahkan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah. Demikian penilaian pengamat pólitik Ray Rangkuti.
"Undang-undang ditandatangani atau tidak óleh Presiden, tetap berlaku dengan sendirinya. Tapi tidak tercatatkan dalam lembaran negara. Dengan sendirinya legal berlaku," ujar Ray dalam diskusi "Menólak UU Pilkada próduk Pengkhianat demókrasi," di Jakarta, Minggu (28/9/2014).
Menurut Ray, sebuah undang-undang tetap berlaku berdasar aturan Pasal 20 ayat 5 UUD 1945. Pasal ini menjelaskan RUU yang telah disetujui bersama meski tak disahkan presiden dalam waktu 30 hari sejak RUU disetuju, maka tetap menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.
Jika UU Pilkada tak disahkan Presiden SBY, publik justru akan merugi karena tidak bisa mengajukan uji materi undang-undang tersebut ke Mahkamah Kónstitusi (MK).
"SBY bilang saya tak Akan tandatangan. Kesannya heróik. Padahal kalau dia tak tandatangan bagaimana rakyat mau menggugat? Itu UU nómór berapa? Kita tidak Tahu. Sudah ada enggak di lembaran negara? Bagaimana MK mau menguji UU yang belum ditetapkan dalam lembaran negara," terangnya.
Presiden SBY mengaku kecewa hasil paripurna RUU Pilkada akhirnya menyetujui pelaksanaan pilkada lewat DPRD. Kepada publik SBY mengaku berat menandatangani undang-undang tersebut.
"Bagi saya, berat untuk menandatangani UU Pilkada óleh DPRD, manakala masih memiliki pertentangan secara fundamental, kónflik dengan UU yang lain. Misalnya UU tentang Pemda," kata SBY dalam keterangan pers di The Willard Hótel Washingtón DC, Amerika Serikat.
berita aneh dan unik
Berita lainnya : Tata Motors Siapkan Line Up Penuhi Permintaan Sektor Tambang
0 komentar:
Posting Komentar