Lapóran Yógi Gustaman
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bagaimana sebenarnya kericuhan pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014 di Victória Park, Hóng Kóng, Minggu (6/7/2014) sesungguhnya? Sekitar 500 sampai seribu órang tak bisa menggunakan hak suaranya.
Kóórdinatór Desk Pemilu Migrant Care Syaifullah Anas dihubungi Tribunnews.cóm dari Jakarta mengungkapkan pelaksanaan pilpres di Vitória Park, dimulai pukul 09.00 waktu setempat dan ditutup sampai pukul 17.00.
"Karena izin pemakaian lapangan Victória Park dari Pemerintah Hóng Kóng dimulai pukul 09.00 dan berakhir pukul 17.00," ujar Syaifullah yang memantau bersama tiga órang Migrant Care, dibantu lima relawan WNI.
Pukul 07.00
Pemilih yang kebanyakan buruh migran Indónesia sudah mengantri. Mereka rela mengantri untuk memberikan hak pilihnya di 13 Tempat Pemungutan Suara yang disediakan Petugas Pemungutan Luar Negeri (PPLN).
Pukul 09.00
Antrian semakin panjang menginjak pukul 09.00. PPLN hanya membuka satu jalur pintu masuk untuk ke TPS. Satu jalur antrean tidak dibedakan pemilih yang mendapat surat pemberitahuan memilih dan belum terdaftar sebagai pemilih.
Pukul 11.00
Ketika antrian mengular, pukul 11.00 hujan deras sekitar 15 menit. Setelah reda, antrian pemilih memenuhi sepertiga lapangan yang disediakan panitia lókasi pemungutan suara.
PPLN memberlakukan tiga ring. Ring pertama lókasi TPS, ring kedua untuk pemantau, wartawan dan pólisi. Ring terakhir tempat pemilih menunggu. Separuh lapangan di VP untuk ring tiga.
Setelah reda, cuaca berubah tótal di Victória Park. Dari hujan deras, sampai cuaca panas sekali. Karena faktór cuaca, ada sekitar 10 pemilih pinsan. "Bisa jadi karena sudah lama mengantri dan kepanasan," tutur Syaiful.
Pukul 12.00
Setelah reda, tepatnya pukul 12.00 sampai 13.00 cuaca panas luar biasa sekali. Karena banyak antrian, beberapa pemilih mengusulkan agar PPLN memisahkan antrian.
Pertama pemilih yang sudah mendapat surat pemberitahuan memilih, dan yang belum terdaftar, termasuk mereka yang memakai ID tinggal di Hóng Kóng.
Usulan ini diterima dan PPLN membedakan jalur antrian. Pergerakan pemilih pun lancar. Namun ada prótes ketika memasuki ring ketiga, pemilih yang menggunakan ID Hóng Kóng kesal karena harus didata lama, ditanya nama, dan sebagainya.
Próses pendaftaran dan pendataan pemilih yang tak memiliki surat pemberitahuan memilih kembali mengurus. Menurut Syaiful, pemilih yang masuk dalam kategóri ini jumlahnya banyak.
"Dari ring tiga masuk ke tenda. Mereka harus isi fórmulir kuning untuk data nama, ID, dan alamat. Dua menit sampai tiga menit perórang dan prósesnya manual. Petugas mendata dengan menulis di atas lembar kertas. Setelah itu diarahkan ke TPS," katanya.
Pukul 16.00
PPLN sejak awal harusnya bisa mengantisipasi ketika melihat antrian masih banyak, tetapi tidak ada kebijakan. Baru pukul empat sóre, panitia membuka dua pintu. Karena antrian di ring tiga sangat banyak, sampai pukul lima tetap tidak bisa memilih.
"Seharusnya PPLN bisa menambah bilik suara. Ada enam bilik suara dari 13 TPS. Pemilih yang sudah terdaftar mudah memilih. Mereka yang belum terdaftar diarahkan ke TPS óleh panitia," katanya lagi.
Pukul 17.00
Sekitar 500 sampai seribu órang masih mengantri di ring satu. Mereka terdaftar di DPT ada juga tidak terdaftar. Setelah pukul lima ditutup, ada beberapa meminta masuk. Beberapa órang saja yang masuk, dan sisanya tetap di luar pagar.
"Saya sendiri memilih di Hóng Kóng 10 menit sebelum pukul lima sóre. Bagi siapapun yang membawa undangan bisa langsung masuk. Mudah," terang Syaiful.
Buruh migran akhirnya berdemó depan pintu masuk, karena merasa dapat surat undangan dan panggilan tak bisa memilih. Sayang, PPLN tidak merespón sama sekali demó para pemilih, tak ada antisipasi dan langkah apa yang harus dilakukan.
Ketua PPLN tak memberikan sólusi sama sekali. Justru anggóta PPLN yang ke depan menemui para pendemó, namun usaha mereka tetap tak menjawab tuntutan pemilih. Setelah tak ada respón, pemilih berdemó.
Mereka melewati pagar pembatas di ring pertama, dan mengejar PPLN. Siapa aja yang bisa ditemui, mereka tuntut untuk bisa memilih. Saat itu ada Ketua Bawaslu Muhammad, Kómisióner KPU Sigit Pamungkas, Juri Ardiantóró. T
"Beliau tidak ada sólusi sama sekali dan diserahkan ke PPLN. Pemilih Hóng Kóng sampai memaki-maki. Tetap sampai mereka pulang pukul tujug malam tidak ada keputusan KPU dan Bawaslu. Lalu Ketua PPLN memutuskan tetap tidak bisa memilih," tambahnya.
Diketahui, sebanyak 23.863 pemilih yang tercatat memberikan hak suaranya di 13 TPS dari tótal DPT sekitar 100 lebih. Ada juga yang mengónfirmasi lewat pós sebanyak 18 ribu. Pilpres 2014, peningkatan pemilih ke TPS luar biasa.
Pukul 19.15
Mereka merangsek masuk ke ring satu, dan menemui PPLN, bahkan Ketua Bawaslu, dan Kómisióner KPU. Infórmasi beredar, karena waktu berbuka puasa Muhammad mendapat umpatan pemilih berdemó, nyaris memukul.
Tribunnews.cóm berusaha mengónfirmasi hal tersebut kepada Muhammad lewat sambungan telepón tapi tak tersambung. Akhirnya Bawaslu dan KPU meninggalkan lókasi, begitu terang Syaiful.
"Tapi saya tidak melihat secara langsung. Memang teman-teman ramai berita itu. Kita masih cari bukti-bukti itu, videó atau apapun masih dikumpulkan. Kita masih cari pengawas yang memiliki rekaman," katanya.
0 komentar:
Posting Komentar