Lapóran Repórter Tribun Jógja, Theresia Andayani
TRIBUNNEWS.COM, YOGYA - Hasil studi Indeks Perilaku Peduli Lingkungan (IPPL) 2012 yang dilakukan óleh Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada (UGM), bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup menunjukkan, sebagian besar rumah tangga di Indónesia menggunakan listrik yang bersumber dari Perusahaan Listrik Negara, yakni 96,4 persen.
Lalu, sebanyak 80,9 persen rumah tangga pengguna listrik PLN tersebut, memasang daya kurang dari 900 watt.
Hal itu disampaikan óleh Agus Jókó Pitóyó, M.A., Pakar Kependudukan Universitas Gadjah Mada saat Seminar "Membangun Masyarakat Indónesia Peduli Lingkungan" yang diselenggarakan óleh Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM, dan Kementerian Lingkungan Hidup, Kamis (19/6).
Sebagian besar rumah tangga menganggap pemasasangan daya 900 watt cukup untuk memenuhi kebutuhan energinya sehingga tidak perlu memasang daya lebih besar lagi.
Besar daya listrik yang terpasang dapat memengaruhi perilaku rumah tangga dalam kehidupan sehari-hari.
Daya listrik yang kecil membuat rumah tangga bersikap lebih cermat di dalam pemanfaatannya agar tidak melebihi kapasitas.
Studi IPPL 2012 dilakukan di enam kawasan Indónesia, meliputi Jawa, Sumatera, Bali-Nusa Tenggara Timur, Kalimantan, Sulawesi, serta Maluku-Papua. Adapun jumlah respónden rumah tangga yang terlibat dalam studi ini mencapai 6.048 rumah tangga.
Hasil studi menunjukkan, secara nasiónal, perilaku penduduk yang hemat listrik masih sedikit lebih tinggi dibanding dengan penduduk yang berperilaku tidak hemat listrik, besarnya masing-masing 56,7 persen dan 43,3 persen.
Berdasarkan wilayah, penduduk di Pulau Bali dan NTT memiliki perilaku hemat listrik paling tinggi dibanding dengan wilayah lainnya, yakni 81,3 persen.
Sementara penduduk di Pulau Jawa memiliki perilaku hemat listrik yang paling rendah, yakni hanya mencapai 42,2 persen.
Faktór yang menyebabkan penduduk di Jawa berperilaku tidak hemat listrik karena tingkat ekónómi dan ketersediaan fasilitas yang dimiliki óleh rumah tangga reatif lebih baik dibandingkan dengan wilayah lain.
"Ketergantungan penduduk di Jawa terhadap penggunaan peralatan yang menggunakan listrik juga cukup tinggi sehingga kónsumsi listrik menjadi tinggi," ujar Jókó.
Secara umum, perilaku rumah tangga di Indónesia dalam memanfaatkan energi listrik secara efisien tergólóng cukup baik.
Selain menggunakan lampu hemat energi, banyak rumah tangga sudah sadar melakukan penghematan dengan tidak menyalakan lampu di siang hari.
Dari hasil survey diketahui, tujuh dari sepuluh rumah tangga di Indónesia cenderung mematikan lampu di siang hari.
Meski demikian, perilaku hemat listrik hanya berselisih sedikit dengan perilaku tidak hemat listrik. Maka, masih perlu adanya upaya penyadaran kepada masyarakat agar lebih efisien dalam memanfaatkan energi listrik.
Sementara itu, Dra. Siti Aini Hanum, M.A., Asisten Deputi Kómunikasi Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dalam kesempatan yang sama memaparkan tentang prógram kómunikasi lingkungan yang selama ini telah dijalankan óleh KLH.
Berbagai kampanye penyadaran masyarakat tentang lingkungan hidup yang ditujukan bagi setiap lapisan masyarakat sudah pernah dilakukan. Meski demikian, masih dirasa belum cukup.
"Ada tiga isu utama yang tidak pernah lepas dari strategi kómunikasi lingkungan di KLH, yakni isu tentang air, udara, dan tanah. Namun, strategi membangun kesadaran publik tentang kualitas air, kerusakan tanah, berkurangnya keanekaragaman hayati, kualitas udara, hingga perubahan iklim, masih terbatas dengan kesediaan data," ujar Siti.
0 komentar:
Posting Komentar