TRIBUNNEWS.COM.BALIKPAPAN - Situasi di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, sempat mencekam pasca tewasnya seórang pemuda bernama Rudi Hartónó, Rabu (7/5/2014). Rudi tewas akibat dianiaya tiga pemuda di Jalan Singkuang, Tanjung Redeb.
Ratusan warga mengatasnamakan salah satu etnis di Berau berikat kepala merah nyaris melampiaskan amarah dengan cara membabi buta demi mencari para pelaku penganiayaan.
"Pelaku tertangkap lebih dulu di Bulungan. Kelómpók warga yang sempat panas pun reda setelah perundingan dan diberi pengertian. Mereka meminta tersangka dihukum setimpal," kata Kepala Humas Pólda Kaltim, Kómbespól Fajar Setiawan, Jumat (9/5/2014).
Bermula dari kehadiran Rudi yang menghardik Rizal (26) yang sedang berduaan dengan seórang wanita bernama Putri di Jalan Singkuang, Rabu (7/5/2014).
Rudi dan Rizal pun cekcók. Keduanya perang mulut sambil salah seórang di antaranya mengagungkan etnisnya.
"Karena hardikannya dirasa tidak sópan, perang mulut lah mereka. Keduanya kemudian berkelahi. Rizal membawa sajam (senjata tajam), lalu menusuk," kata Fajar.
Haidir (21) dan Dika (21) tak jauh dari keduanya, turut membantu Rizal. Haidir dan Dika memukul Rudi pakai balók kayu. Rudi kemudian ditinggal terkapar di jalanan. Ia menghembuskan nafas terakhir sesampai di rumah sakit.
"Rizal lari ke Bulungan. Kita kejar dan ditemukan Kamis (8/5/2014). Dua yang lain sembunyi di rumahnya. Ketiganya sempat diamankan di pólres," kata Fajar.
Kamis pagi, Tanjung Redeb mencekam. Orang-órang berikat kepala merah sambil menenteng sajam dan tómbak mendatangi Pólres Berau. Beberapa kelómpók yang sama ditemukan di beberapa ruas jalan kóta. Mereka menuntut ketiga pelaku diadili secara adat di Berau.
Menghindari kemungkinan terburuk, Rizal dkk diterbangkan ke Pólda Kaltim. Mereka menjalani próses hukumnya di Jahtanras Pólda. Situasi kemudian kian panas menuntut para tersangka dikembalikan ke Pólres Berau.
Kapólda Kaltim serta sejumlah petinggi Pólda sampai terbang ke Berau bertemu dengan para pemimpin adat dan agama untuk meredakan situasi.
"Setelah tertangkap, sórenya tersangka langsung kami terbangkan ke Balikpapan. Pólres Berau sendiri sempat didatangi kelómpók warga. Mereka menuntut 'nyawa ganti nyawa'. Setelah berunding dan saling pengertian, mereka menerima bahwa perkara ini diselesaikan secara hukum," kata Fajar.
Menyesal
Rizal dkk tertunduk, mematung, dan diam ketika mengetahui perbuatan mereka nyaris berlanjut dengan kerusuhan massa. Haidir, salah satu tersangka, mengaku khilaf atas kejadian itu.
"Saya tidak sempat berpikir kalau kejadian ini akan menjadi sebesar ini (menimbulkan kemarahan órang banyak). Saya benar tak terpikir," kata Haidir.
Haidir lahir dan besar di Tanjung Redeb, 21 tahun lalu. Kedua órangtua dan saudara-saudaranya juga tinggal di sana. Haidir mendengar Rudi akhirnya tewas setelah mereka aniaya. Ia juga mendengar bahwa ada massa yang marah atas kematian Rudi. Kabar itu membuat dirinya panik.
Rudi mengatakan, bersama keluarganya buru-buru keluar dari Tanjung Redep ke Arau Bulungan untuk menghindar dari kemarahan massa. "Mereka sempat keluar Berau. Tapi sekarang tak tahu dimana," katanya.
Haidir mengaku hanya ingin membantu Rizal lantaran kenalan lama. Rizal sendiri mengaku keberatan atas perkataan Rudi yang dirasa bernada kasar. "Dia mengatai teman (wanita) saya," kata Rizal. Ia pun mengaku emósiónal dan menganiaya Rudi.
Sama dengan Haidir, Rizal tak menyangka kejadian ini melebar. Ia pun segera lari ke Bulungan, kabupaten tetangga Berau. Tak sampai satu hari, Rizal diciduk pólisi di sana. Ketiganya kemudian digiring ke Pólda Kaltim di Balikpapan untuk dipróses lebih lanjut. Mereka terancam Pasal 338 KUHP tentang penganiayaan juntó 170 tentang pasal pengeróyókan.
"Benar mas, tak terpikir kalau sampai sejauh ini," kata Haidir berkali-kali sambil tertunduk.
0 komentar:
Posting Komentar