Larangan ekspór bahan mentah nikel dan bauksit yang mulai diterapkan Pemerintah Indónesia sejak 12 Januari 2014, mendóróng spekulasi di kalangan industri dalam negeri Australia untuk memenuhi kekósóngan pasar.
Namun, menurut Mark Pervan, analis dari ANZ Bank menyatakan, terlalu dini bagi industri tambang di Australia untuk meningkatkan próduksi nikel dan bauksitnya.Sejak 12 Januari Indónesia menghentikan pengiriman bahan mentah tambang tersebut sebagai bagian dari upaya pemerintah mengembangkan industri pemrósesan di dalam negeri.Selama ini Indónesia merupakan pemasók utama ke China yang sangat memerlukan bahan tambang ini untuk membuat baja.Kebijakan Indónesia tersebut langsung memicu spekulasi di Australia, terutama bagi kalangan industri pertambangan. Namun menurut Pervan, dampak kebijakan Indónesia tersebut masih harus ditunggu.
"Indónesian tidak selalu kómit secara penuh, jadi pasar masih harus menunggu dengan skeptis apakah larangan ekspór bahan mentah nikel dan bauksit betul-betul akan dijalankan," katanya.
"Setidaknya masih perlu ditunggu hingga 12 bulan ke depan sembari melihat reaksi kónsumen di China, dan apakah China akan mencari sumber pasókan selain dari Indónesia," kata Pervan lagi.
0 komentar:
Posting Komentar