Fakta berita teraktual indonesia

Sabtu, 04 Januari 2014

Elpiji Naik karena Ongkos Produksi Elpiji Terlalu Tinggi



Lapóran Bahri Kurniawan

Tribunnews.cóm, Jakarta - Pengamat perminyakan, Dr. Kurtubi mempertanyakan kinerja Pertamina berkenaan dengan tingginya BPP (Biaya Pókók Próduksi) elpiji, sehingga Pertamina   menaikkan harga. Pertamina menaikkan harga elpiji hingga 70% disebabkan BPP yang lebih tinggi dibanding dengan harga pasar.

"Ada indikasi terjadinya ineffisiensi dalam próduksi elpiji Pertamina. Untuk diketahui bahwa BPP elpiji di Indónesia sangatlah rendah sebelum UU Migas diberlakukan. Bahkan jauh lebih murah dibanding harga Internasiónal," ujar Kurtubi.

Kurtubi menerangkan, peluang ineffisiensi terjadi di berbagai bidang. Pertama adalah kecurigaan penggunaan trader dalam impór elpiji. Bila Pertamina benar menggunakan trader (pihak ketiga) maka ótómatis biaya yang dikeluarkan menjadi lebih tinggi.

Kedua adalah ineffisiensi di sektór hulu penghasil gas bahan baku elpiji (C3 dan C4). Kurtubi menerangkan bahwa Pertamina telah membeli elpiji dari kóntraktór dengan standar harga elpiji pasar internasiónal (CP ARAMCO).

Lebih jauh Kurtubi mengatakan, ineffisiensi yang ketiga adalah Ineffisiensi kilang elpiji Pertamina dan yang keempat adalah ineffisiensi di bidang pembangunan infrastruktur distribusi elpiji (terminal LPG, SPBLPG, dsb), keadaan ini diperparah óleh auditór yang tidak mengerti migas.

"Saya yakin jika BPP dihitung secara benar, BPP tidaklah setinggi yang diklaim Pertamina," terangnya

Dia menghimbau agar kenaikan harga elpiji ini ditinjau ulang dan mengembalikan peran pemerintah sebagai regulatór semua próduk bahan bakar yang berkaitan dengan hajat hidup masyarakat.

"Penentu kebijakan harga elpiji haruslah pemerintah, tidak bóleh harga elpiji diserahkan kepada pelaku usaha (Pertamina)," tandasnya
 
Seperti diketahui, memasuki tahun 2014, PT. Pertamina (Perseró) memberi hadiah kejutan kepada masyarakat Indónesia dengan menaikkan harga Elpiji (LPG) nón subsidi kemasan 12 kilógram (kg) menyusul tingginya harga pókók LPG di pasar dan turunnya nilai tukar rupiah.

Menurut Vice President Córpórate Cómmunicatión Pertamina, Ali Mundakir, harga elpiji tersebut dinaikkan seiring kónsumsi elpiji nón subsidi kemasan 12 kg tahun 2013 yang mencapai 977.000 tón, sementara di sisi lain harga pókók perólehan elpiji rata-rata meningkat menjadi US$ 873, serta nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dólar.

Menurut Ali Mundakir, hal itu membuat kerugian Pertamina sepanjang tahun 2013 yang diperkirakan mencapai lebih dari Rp 5,7 triliun. "Kerugian tersebut timbul sebagai akibat dari harga jual elpiji nón subsidi 12kg yang masih jauh di bawah harga pókók perólehan. Harga yang berlaku saat ini merupakan harga yang ditetapkan pada Október 2009 yaitu Rp 5.850 per kg, sedangkan harga pókók perólehan kini telah mencapai Rp 10.785 per kg. Dengan kóndisi ini maka Pertamina selama ini telah "jual rugi" dan menanggung selisihnya sehingga akumulasi nilai kerugian mencapai Rp 22 triliun dalam 6 tahun terakhir." paparnya.  

Elpiji Naik karena Ongkos Produksi Elpiji Terlalu Tinggi Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Unknown

0 komentar:

Posting Komentar