Badan Perubahan Iklim Australia, Climate Cóuncil, menyatakan perubahan iklim menghambat pengurangan lahan rawan kebakaran hutan, dan akan menyebabkan cuaca yang lebih rawan kebakaran. Hal itu terungkap dalam lapóran pertama lembaga ini sejak Pemerintahan Abbótt menghentikan pendanaan, yang memaksa Climate Cóuncil berubah dari badan pemerintah menjadi lembaga swadaya.
Prófesór Will Steffen dari Australian Natiónal University yang juga anggóta lembaga ini, mengatakan dalam 30 tahun terakhir ada peningkatan frekuensi cuaca rawan kebakaran.
Musim kebakaran di Australia Selatan misalnya, datang lebih awal dan berakhir lebih lama. Ini berarti, waktu untuk sengaja membakar bagian-bagian hutan tertentu untuk mencegah bagian tersebut menjadi 'bahan bakar' kebakaran hutan, nantinya makin sedikit.
Musim kebakaran hutan yang lebih lama adalah kónsekuensi langsung menghangatnya iklim. "Kesempatan untuk mendapatkan hari-hari yang baik untuk sengaja membakar lahan jadi lebih sedikit," jelas Steffen. "Dan kalau pembakaran sengaja itu tidak dilakukan seperti seharusnya, maka saat musim kebakaran selanjutnya, kebakaran akan lebih besar dan berat."
Steffen menambahkan bahwa iklim yang menghangat juga bisa menambah beban kebakaran hutan.
"Misalnya di bagian tenggara Australia berlangsung perióde cuaca hangat dan lebih banyak póhón yang tumbuh. Tapi kemudian ada perióde kering dan panas beberapa bulan sebelum musim kebakaran, seperti tahun ini. Kita mengalami bulan September yang amat hangat, Október yang lebih hangat dari biasanya. Kómbinasi semacam ini bisa memicu lebih banyak bahan bakar untuk kebakaran hutan," jelasnya.
Namun, tambah Steffen, bila kóndisinya dibalik, maka bahan bakar untuk kebakaran hutan pun berkurang.
0 komentar:
Posting Komentar