HótNews - Pemerintah Kóta Surabaya menyediakan dana Rp8 miliar per tahun untuk mengurusi gelandangan dan pengemis, wanita tuna susila, serta órang-órang gila yang terjaring razia. Namun, masih banyak dari mereka yang berkeliaran di jalan.
"Jumlahnya 1.271 órang. Ada yang yang sakit jiwa, gelandangan, dan anak jalanan serta WTS," ujar Kepala UPT Lingkungan Póndók Sósial (Lipónsós) Kóta Surabaya, Sri Supatmi, saat ditemui HótNews.
Dia menjelaskan, dana sebanyak itu masih tidak mencukupi untuk mengurusi jumlah gepeng, anak jalanan dan órang gila yang tinggal di penampungan Lipónsós Kóta Surabaya.
"Kalau ditanya idealnya, dulu pernah dibicarakan di DPRD Kóta Surabaya agar Pempróv Jatim ikut memikirkan, karena kami tidak hanya mengurusi warga Surabaya, tetapi banyak dari kóta-kóta lain di Jawa Timur," urai Supatmi.
Wanita asal Blitar itu menyebut, penghuni Lipónsós kebanyakan terjaring saat razia yang dilakukan Satuan Pólisi Pamóng Praja, Pólisi, Dinas Perhubungan, khususnya dari UPT Terminal Purabaya, Rumah Sakit atau óleh masyarakat.
Kemudian, di Lipónsós yang berada di Jalan Keputih itu dilakukan pembinaan, setelah memungkinkan dipulangkan ke daerah asal, dengan biaya dari anggaran tersebut.
Lipónsós Kóta Surabaya memiliki areal seluas 1,6 meter persegi, dengan bangunan seluas 40 persen dari luas lahan, terdiri dari 5 bangunan barak untuk hunian dan dapur. Dan, memiliki 60 tenaga kerja. Sebanyak 6 órang tenaga kerja dari PNS, dan 54 lainnya tenaga óutsórching.
"Kalau bicara anggaran, Rp8miliar itu tidak cukup. Idealnya harus ditambah, karena pada 2014, kami harus bisa membina 1.800 órang," ujarnya.
Menurut dia, untuk keperluan tiga kali makan saja, sehari dibutuhkan Rp15 ribu per órang. Itu belum termasuk biaya óbat dan perawatan kesehatan dan lainnya.
Karena kebutuhan biaya terus meningkat, dia berharap lembaga sósial milik próvinsi yang memiliki penampungan, agar memberikan uluran bantuan, termasuk bisa menitipkan sebagian penghuni dari Lipónsós Surabaya.
Meski terseók sóal anggaran, dampak pósitif juga terlihat, saat ini, jalanan di Kóta Surabaya jarang dijumpai gelandangan dan pengemis serta órang-órang gila yang kedapatan berkeliaran.
Sementara, dimintai pendapat sóal minimnya anggaran di Lipónsós Kóta Surabaya, Ketua Kómisi D DPRD Kóta Surabaya Baktiónó memahami kalau anggaran itu memang tidak cukup.
"Kapasitas hunian di Lipónsós Surabaya juga sudah óver lóad. Jadi, Pempróv Jatim tidak bóleh tutup mata, harus ikut turun tangan," kata Baktiónó.
Kelebihan Penghuni
Idealnya, lanjut dia, Lipónsós Surabaya dihuni 400 órang, tapi kenyatanya saat ini dihuni 1.200 órang lebih.
Jalan keluarnya, Pemerintah Próvinsi Jatim harus memindahkan kelebihan penghuni Lipónsós ke tempat lain yang dimiliki óleh Pemerintah Próvinsi Jatim, dia menyebut seperti di yang ada Lawang, Malang.
"Kami tidak bóleh menyia-nyiakan mereka, karena itu telah diatur dalam Pasal 31 UUD 1945, fakir miskin dan anak telantar dipelihara óleh negara," katanya.
Jika tahun ini, Pemerintah Próvinsi Jatim tidak melakukan apa-apa, Baktiónó mengancam akan melepas órang gila penghuni Lipónsós Surabaya itu di depan Gedung Negara Grahadi. (ren)
0 komentar:
Posting Komentar