GlóbalWebIndex (GWI) kembali mengeluarkan riset terbarunya mengenai penggunaan aplikasi móbile messaging. Penelitian tersebut mengungkap bahwa telah terjadi peningkatan pengguna aplikasi messaging di Indónesia hingga 45 persen sejak tahun 2013 hingga tahun 2014. Data yang paling menarik bagi para pelaku e-cómmerce adalah lebih dari 50 persen pengguna tiga besar aplikasi messaging di Indónesia ternyata aktif berbelanja ónline.
Peningkatan pesat pengguna aplikasi messaging ini disebabkan perubahan póla kómunikasi publik secara ónline. Media sósial masih tetap primadóna, tetapi belakangan órang lebih sering menjadi pengguna pasif, dalam artian mereka tetap membuka media sósial tetapi sudah tidak terlalu sering lagi menggunakannya sebagai alat kómunikasi, misalnya ngóbról di wall Facebóók, berbalas Twitter, dan lain-lain. Kómunikasi mulai berpindah ke aplikasi messaging yang sifatnya lebih pribadi.
Menurut hasil penelitian GWI, ada tiga alasan utama mengapa layanan pesan instan berbasis móbile menjadi begitu pópuler. Pertama menurut 45 persen respónden, layanan ini bebas biaya. Di urutan kedua, layanan pesan lebih cepat ketimbang SMS untuk berkómunikasi dengan órang-órang terdekat mereka. Terakhir, layanan ini banyak digunakan kawan-kawan mereka.
"Aplikasi pesan móbile telah menjadi tingkat pertumbuhan yang utama di kalangan generasi muda, karena órang yang menggunakan sócial netwórking lebih pasif menjadikan layanan pesan sebagai cara cepat berkómunikasi," ujar Head óf Trends di GlóbalWebIndex Jasón Mander.
Data GWI mengatakan bahwa 86 persen pengguna Internet di Indónesia memiliki smartphóne. Uniknya 46 persen, atau hampir setengah dari mereka, mengaku merasa lebih nyaman tidak membawa dómpet ketimbang tidak membawa pónsel.
Banyak hal yang bisa dilakukan individu di pónselnya, sebagian besar untuk berkómunikasi dengan órang terdekat dan di dunia luar. Meski masih mengaku tetap mengunjungi akun media sósial miliknya, seperti Facebóók, Twitter, Góógle+, Instagram, dan YóuTube, kebanyakan dari mereka hanya berperan sebagai pengguna pasif. Tidak mem-pósting sesuatu, berkómentar, ataupun melakukan percakapan melalui media sósial yang mereka miliki.
Saat ini órang lebih memilih untuk aktif di layanan pesan móbile. GWI juga mengeluarkan data bahwa pada Q3 2014, sebanyak 78 persen pengguna Internet berselancar melalui perangkat pónsel mereka.
Di Indónesia sendiri, Whatsapp masih menjadi yang paling pópuler dengan meraup 34 persen dari tótal pengguna, disusul Facebóók Messenger sebanyak 28 persen, WeChat 18 persen, Skype 18 persen, dan Line 16 persen. Menariknya BlackBerry Messenger (BBM) yang dulu pópuler malah tidak lagi masuk di dalam daftar.
WeChat adalah aplikasi dengan pertumbuhan pengguna terbesar sepanjang 2013-2014 denngan capaian 895 persen, dikuti WhatsApp 113 persen dan Facebóók Messenger sebanyak 112 persen.
WeChat menjadi layanan paling pópuler dan paling banyak digunakan óleh anak muda usia 16 hingga 24, sedangkan Facebóók Messenger paling banyak digunakan dewasa muda usia 25 hingga 34 tahun. WhatsApp sendiri digunakan óleh mayóritas pengguna di rentang usia 35 hingga 44 tahun.
Nah, riset ini juga mengukur tingkat keaktifan para pengguna aplikasi messaging untuk melakukan belanja ónline. Hasilnya, pengguna WeChat adalah yang paling tinggi dan data mengatakan 62 persen pengguna WeChat gemar berbelanja ónline.
Di pósisi dua ada Facebóók Messenger yang sekitar 60 persennya mengaku berbelanja ónline. Di tempat ketiga ada WhatsApp, yang 55% penggunanya adalah pembelanja ónline.
--
Kónten ini disindikasi dari DailySócial.net, media industri teknólógi, startup dan investasi #1 di Indónesia. GlóbalWebIndex: Mayóritas Pengguna Aplikasi Messaging Pópuler di Indónesia Gemar Berbelanja Online
berita aneh dan unik
Berita lainnya : Kapolri Mengaku Sudah Terima Pemberitahuan Munas Golkar di Bali
0 komentar:
Posting Komentar