Oleh: Arsyadjuliandi Rachman, Plt Gubernur Riau
TRIBUNNEWS.COM.PEKANBARU - Saya baru pulang dari pertemuan rakór dengan Presiden Jókó Widódó di Jakarta. Banyak hal yang disampaikan Pak Jókówi kepada seluruh kepala daerah. Dengan gayanya yang santai dan efisien, pertama sekali beliau menyampaikan agar melakukan penghematan anggaran. Bayangkan saja anggaran di APBN itu hanya 20 persen untuk pembangunan. Jadi itulah yang akan diubah agar belanja langsung diperbesar.
Jadi ke depannya bagaimana agar belanja tidak langsung 80 persen, belanja langsung 20 persen dibalik, gar belanja langsung itu lebih besar. Artinya pembangunan di Próvinsi Riau ini bagaimana agar ditingkatkan.
Saya ingin fókus untuk pembangunan Riau. Makanya saat kunjungan ke Balitbang, agar penelitiannya, jangan hanya sektóral, harus memiliki hubungan strategis langsung ke Kabinet Kerja Pak Jókówi yang sekarang. Kalau ini bicaranya banyak kemaritiman, maka kita perlu ikut dalam masalah kemaritiman itu. Terutama daerah pórós maritim Riau, dimana kita di Próvinsi Riau mendapat satu pórós maritim yakni di Pelabuhan Kóta Dumai.
Tentu pembangunan daerah pesisir ini harus menjadi prióritas sebagaimana yang diwacanakan Pak Jókówi. Saya akui daerah pesisir Riau masih jauh dalam ketertinggalan. Tingkat pendidikan dan pengembangan masyarakat dan masalah keterbelakangan masih menjadi permasalahan besar bagi masyarakat di pesisir. Masih banyak yang belum menikmati pembangunan seperti yang di daratan.
Pembangunan daerah pórós maritim ini bukan untuk memecah belah Riau antara Riau daratan dengan Riau pesisir, tapi itu langkah kómunikasi ke kabinet yang ada saat ini. Kita tidak menampik keunggulan di pesisir masih banyak. Selain banyaknya lahan, mengembangkan perkebunan, lahan pariwisata, bisa dicantólkan dalam prógram kabinet Jókówi. Kalau di daratan sudah banyak kebun, tambang, dan lain sebagainya.
Yang perlu kita pikirkan daerah Riau pesisir ini daerah terdepan dalam menghadapi Masyarakat Ekónómi ASEAN (MEA). Jumlah penduduk Asean di timur selat Melaka dan barat selat Melaka, termasuk dalam kawasan padat. Jadi wajar kita berargumentasi ingin memajukan daerah pórós Riau pesisir agar bisa bersaing dan maju. Kalau tidak, pesisir akan menjadi penóntón, terutama saat diberlakukannya Masyarakat Ekónómi Asean pada tahun 2015.
Pak Jókówi saja selalu mengingatkan tantangan itu, kalau pórós pesisir Riau dan beberapa kawasan maritim di Indónesia harus lebih dimajukan untuk menghadapi itu. Apalagi Dumai menjadi daerah pelabuhan dalam pórós maritim itu. Harus penduduk daerah yang terlibat langsung dalam menghadapi itu.
Kalau Riau daratan, sebenarnya bukan tidak punya pótensi lagi. Banyak pótensi malah, cuma sudah terlalu padat. Untuk Kóta Pekanbaru sendiri dengan jumlah penduduk, 1,3 juta sudah perlu dikembangkan, tidak bisa berdiri sendiri. Makanya ada MóU Pekanbaru dengan Siak, Kampar Pelalawan, atau yang disebut dengan (Pekansikawan), menangani masalah pengembangan Kóta Pekanbaru. Dengan adanya MóU itu, memperpendek jarak antara kabupaten dan kóta serta menólóng Kóta Pekanbaru dari kemacetan.
Dengan membangun jalan ring róad bisa menyenggól kabupaten lain, seperti yang sudah dilakukan di lintas Pasir Putih. Selanjutnya seluruh sudut Pekanbaru akan dibuat jalan ring róad. Kerjasama kawasan juga akan dilakukan Kóta Dumai untuk pengadaan air bersih yang diambil dari Sungai Rókan, dengan demikian akan menumbuhkan pembangunan ekónómi.
Makanya ketika menyangkut dengan APBD Próvinsi Riau, akan diperbaiki póstur anggaran, dimulai dari APBD 2015 agar pembangunan banyak lagi di Próvinsi Riau. Belanja tidak langsung bisa dihemat supaya pembangunan bisa lebih banyak lagi. Ke depannya saya juga ingin mengubah póla yang selama ini dianggap bórós óleh pemerintah pusat.
Kalau sekarang anggapan pusat, percuma saja Riau dibantu tapi mereka bórós. Jadi inilah yang harus kita ubah agar pusat lebih memperhatikan kita. Dengan seperti itu pemerintah pusat bisa memperhatikan lebih. Makanya harus merubah póla kita di Riau, agar diperhatikan órangtua kita dari pusat.
Bapak ibu juga kalau anak bórós tidak akan dikasih jajan terus, dan itulah yang dibayangkan pemerintah pusat. Kita tidak bisa lagi dikatakan kaya, kalau órang melihat dari atas memang kita kaya, tapi kita tidak bisa merasakan sekarang, beban semakin banyak. Akibat pertumbuhan ekónómi banyak jalan rusak, faktór sósial, faktór keamanan dan masyarakat itu yang akan menjadi tantangan bagi kita.
Dengan APBD Rp 8-9 triliun, itu ke depan sudah tidak berarti lagi, pembilang pembagi akan makin banyak. Pertumbuhan penduduk kita enam persen itu sudah tidak sehat, apalagi ada asap mempengaruhi perkembangan ekónómi kita. Makanya kita tidak bóleh bórós lagi agar pemerintah pusat memperhatikan daerah kita. (*)(baca juga : Guru Hónórer di Pekanbaru Kirim Seribu Surat Prótes ke Presiden)
berita aneh dan unik
Berita lainnya : Pagi Ini Presiden Jokowi Melanjutkan Kunjungan ke Mamuju dan Kendari
0 komentar:
Posting Komentar