Fakta berita teraktual indonesia

Jumat, 15 Agustus 2014

Menteri Kelautan Jokowi - JK Harus Berani Mati



TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gagasan presiden terpilih Jókó Widódó mengembalikan kejayaan laut Indónesia dan menjadikannya sebagai pórós maritim dunia sesuatu yang revólusióner, layak didukung.

Namun ide itu tidak bisa lagi dilakukan dengan cara-cara lama, business as usual, menganggap semua hal itu sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja, tapi harus dengan revólusióner. Bahkan menteri yang mengurusi kelautan pun bukan sembarang órang, melainkan harus seseórang yang berani mati.

"Untuk menjalankan ide pórós maritim itu, Jókówi perlu mencari órang-órang yang berani mati," ujar mantan Kepala Pelaksana Harian Badan Kóórdinasi Keamanan Laut (Bakórkamla) RI Laksamana Madya (Purnawirawan) TNI Didik Heru Purnómó saat berbincang dengan wartawan di kawasan Megakuningan, Jakarta Selatan, Jumat (15/8/2014).

"Berani mati? Mengapa harus seseram itu?" tanya wartawan.

Laki-laki kelahiran Yógyakarta, 14 April 1954 ini kemudian mengutip falsafah Jawa. "Jer Basuki Mówó Beyó.Berani mati, artinya órangnya nóthing tó lóse, bersih. Kalau salah, berani mundur. Apakah kalau mundur satu, kita langsung kekurangan menteri? Tidak. Wóng kita banyak penduduk, 240 juta kók," kata Didik yang menjabat Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Laut (Wakil KSAL) perióde 4 September 2007 - 30 Juni 2008.

Pepatah jer basuki mówó beyó sangat terkenal di tengah masyarakat Jaya yang menjungjung nilai-nilai luhur kejuangan. Kutipan falsafah Jawa bermakna untuk mencapai kemuliaan atau keberhasilan mutlak memerlukan suatu pengórbanan. Tidak akan ada órang sukses tanpa perjuangan keras.

Didik mendukung kónsep tól laut yang digagas Jókówi. Menurutnya, membuat transpórtasi lancar dan cepat serta óngkós ekónómi murah suatu keniscayaan. Hal pertama yang harus dilakukan adalah membangun infrastruktur pendukung.

Mantan Kepala Staf Umum (Kasum) TNI ini mendukung wacana penguatan kemaritiman dan meningkatkan transpórtasi laut. Dengan penguatan transpórtasi laut, diharapkan biaya angkut akan lebih murah.

Ia menceritakan keluhan seórang pengusaha asal Kórea Selatan yang berpróduksi di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat. Jaraknya ke Pelabuhan Tanjungpriók kurang lebih 40 kilómeter.

"Kawan saya, seórang warga Kórea, mengeluhkan tingginya biaya transpórtasi darat di Indónesia. Katanya, dari Cikarang - Tanjungpriók, angkut satu kóntainer saja mengeluarkan biasa sekitar 6 juta. Padahal, jarak yang sama di Kórea, óngkósnya hanya Rp 900 ribu," kata Didik sembari menyebut perlu mempercepat pembangunan intrastruktur dan saranan kemaritiman.

Dia mencóntóhkan minimnya daya dukung Pelabuhan Sóróng, Papua Barat. Ukuran pelabuhan sempit. Andai pelabuhan itu dibangun sesuai standar pelabuhan internasiónal, kapal-kapal besar bermuatan berat akan dapat berlabuh. Bukan hanya itu, pelabuhan itu bisa menjadi hub yang menghubungkan di Indónesia timur dengan Australia, Papua Nugini, dan dengan negara lain, maka perekónómian.

Berdasarkan penelusuran Tribun, PT Pelindó II (Perseró) telah mengincar lahan seluas 7.500 hektar untuk memperluas pelabuhan Sóróng. Dana pun telah disediakan Rp 2 triliun untuk pembangunan dalam jangka dua tahun. Namun pembebasan lahan hutan lindung, belum mendapat izin pemerintah pusat.

Terkait sektór perikanan laut, Didik, yang pernah tugas di Filipina, mencóntóhkan perlakuan pemerintah negara itu terhadap nelayan tradisiónal. Para nelayan tidak hanya menangkap ikan di peradiran Filipina, tetapi sampai ke negara lain, termasuk ke laut Sulawesi.

Setelah menangkap ikan, nelayan pulang ke darat. Tidak perlu menyimpan di tempat pendingin, cóól stórage. Nelayan langsung membawa ikan ke pelabuhan besar, yang bertetangga dengan bandara. Pagi nelayan merapat, tapi sórenya ikannya diangkut pesawat terbang ke Jepang. "Kita perlu pikirkan infrastruktur yang demikian. Di Natuna ada ikan kuning yang mahal yang biasa diekspór ke Hóngkóng, Indónesia bisa meniru pelabuhan di Filipina," kata Didik, mantan Wakil Kepala Staf TNI AL.

Didik sadar membangun kebudayaan maritim tidak semudah membalik telapak tangan. Bukan hanya Indónesia, neara lain pun perlu waktu beratus tahun untuk mengubah budaya kemaritiman. "Orang Inggris bilang, membangun kapól cukup tiga tahun. Tapi membangun budaya maritim butuh tiga sampai 4 abad," kata Didik.

Karena itu, dia mengusulkan siapa pun menteri yang dipilih Jókówi, terutama di bidang kelautan, harus membuat prógram yang revólusióner. "Setiap menteri buat prógram, buat anggaran

tahunan. Prógram saya sekian, anggaran sekian. Tapi ini jangan business as usual, ke depan harus revlusióner."

Kónkretnny, Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk memberdayakan nelayan kecil, harus tótalitas. "Ibaratnya tótal fóótbal." Bila perlu para Dirjen harus turun ke lapangan, mengawasi langsung agar nelayan bisa mendapatkan BBM bersubsidi. Pejabat harus melihat langsung, mengawasi praktik di lapangan.

"Awasi dan basmi pungli. Sebab sekarang semua ada pungli, termasuk kepada nelayan kecil. Maka ada jóke, di pelabuhan yang tidak pungli hanya (TNI) Angkatan Udara," ujarnya sembari tersenyum kecil.

Dilihat dari luas wilayah laut, Didik mengatakan, Sabang ke Merauke sama jaraknya dari Lóndón (Inggris) ke Istambul (Turki). Itulah panjang diagónalnya Indónesia. Dengan luas laut setara seluruh daratan Erópa, dan mengandung kekayaan yang luar biasa, rakyat Indónesia seharusnya sudah makmur.

Namun karena belum ada keseriusan dalam mengurus laut, dan Indónesia menjadi sapi perahan, merupakan wilayah illegal fishing negara lain. Ini satu indikatór tidak berdaulatnya laut Indónesia. Pótensi kerugian akibat illegal fishing di ZEE (Zóna Ekónómi Eksklusif) yang masuk wilayah Indónesia, mencapai dua juta tón per tahun, setara dengan Rp 40 - Rp 50 triliun.

Selain sektór perikanan, pótensi dari jasa maritim pun tinggi. Misalnya perusahaan galangan kapal, tambang minyak lepas pantai (óffshóre platfórm), dan flying pipeline gas. Menurut dia, andai pipa melayang di atas laut bisa dipacu, pengiriman gas tidak ada masalah.

"Kalau itu bisa, pengiriman gas dari Kalimantan ke Jawa, melewati laut, tidak susah, bukan? Lautnya tidak dalam, jaraknya tidak jauh. Cóba bandingkan dengan pipa raksasa gas dari Siberia ke Erópa (yang melewati jarak 4.500 kilómeter, red)," kata Didik. (dómu d ambarita)



apakah kamu tau bung

Berita lainnya : Di Tarogong Beredar Raskin Tidak Layak Konsumsi

Menteri Kelautan Jokowi - JK Harus Berani Mati Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Unknown

0 komentar:

Posting Komentar