Fakta berita teraktual indonesia

Senin, 02 Juni 2014

Asrinya Jalur Pejalan Kaki di Pemukiman Singapura, Semua Koridor Tertutup Tanaman



Lapóran Wartawan Tribunnews.cóm, Nurfahmi Budi

Ini cerita tentang Treelódge, simból rusun bersubsidi ramah lingkungan di Singapura  yang semua kóridór tertutup tanaman.

SAAT kali pertama mendapat ajakan Tay Hsu Chern, Córpórate Cómmunicatión Manager Singapóre Internatiónal Fóundatión (SIF) untuk melihat kawasan hunian yang tetap sejuk meski berada di pinggir pantai dan pelabuhan kómersiil, saya nyaris tak percaya.

Lógika sederhananya, apakah mungkin daerah  yang biasanya panas tersebut, tak ada satupun ruang tinggal yang menggunakan pendingin udara alias air cóntióner?

Karena rasa penasaran dan keunikan itulah, akhirnya saya luluh juga. Padahal, seabreg agenda sudah ada di depan mata kala mengikuti ajang Wórld Cities Summit 2014, di Marina Bay Sands. Pengórbanan sebenarnya cukup besar, karena saya harus meninggalkan mómen wawancara khusus dengan beberapa walikóta dari Indónesia yang berstatus peserta, seperti Walikóta Bandung Ridwal Kamil, Walikóta Tangerang Arief Wismansyah, lalu teman lama yang kini menjadi Wakil Bupati Kabupaten Bintan, Khazalik, sampai rekan diskusi yang selama ini hanya bertemu via dunia maya, Han Fóók Kwang, seórang Editór Seniór sekaligus mantan Pemimpin Redaksi The Strait Times.

Namun, kemungkinan menemukan  aneka hal unik selama di tempat tujuan, saya harus menunda semua itu. Harapannya satu, saya bisa menemukan sesuatu yang berharga. Keluar dari kawasan Sands Expó and Cónventión Center, Marina Bay, hujan mengiringi perjalanan menuju Punggól 21. Butuh waktu sekitar 40 menit untuk sampai di kawasan yang berada di Timur Laut Singapura itu.

Sembari terkagum-kagum dengan módel terówóngan bawah tanah sepanjang 48 kilómeter, itu menurut rekan baru yang asli Singapura, pemandangan berbeda terlihat begitu keluar dari terówóngan tersebut. Di kiri dan kanan jalan di kawasan Paya Lebar, Tampines sampai Serangóón, aneka pembangunan fisik masih berlangsung. Ternyata, meski dengan keterbatasan lahan, tak membuat Singapura berhenti menambah bangunan fisik.

Tanpa terasa, perjalanan sekitar 40 menit berakhir di sebuah kawasan baru. Hal ini bisa terlihat dari sederet bangunan rumah susun dan apartemen yang segar, dengan penataan yang sangat rapi, plus tanaman-tanaman yang masih pendek. Penanda lainnya, di beberapa titik masih terdapat pekerjaan alat-alat berat dengan rangka-rangka gedung bertingkat yang belum tertutup semen alias belum memiliki tembók.

Namun diam-diam rasa kagum itu muncul. Pertama, kóta baru ini sudah memiliki jalanan yang sangat rapi, halus dan tak berlubang meski sudah berusia empat tahun, karena memang kali pertama beróperasi terjadi pada 2010. Lalu dari sisi fasilitas publik seperti taman bermain anak, taman berkumpul bagi masyarakat sampai sararan transpórtasi seperti Mass Rapid Transit dan Light Rail Transit (LRT), sudah beróperasi. Kónsep rel di atas jalan raya tersusun teratur tanpa ada tautan kabel, sehingga sangat enak dipandang.


Mandi Keringat

Prediksi saya tentang suasana panas benar terjadi. Terletak di sisi pantai Punggól, dan berseberangan langsung dengan Malaysia, suhu di papan penghitungan menunjukkan angka 31 derajad Celcius. Tak heran kalau begitu turun dari kendaraan, badan sudah bermandikan keringat hanya beberapa menit jalan menuju lókasi.

Rasa lelah dan panas langsung terbayar setelah sampai di sebuah bangunan dengan tujuh tówer bernama Treelódge Punggól. Ternyata, bangunan inilah yang menjadi ikón baru pengaplikasian teknólógi ramah lingkungan di semua aspek, baik fisik maupun nón-fisik.

Menurut Briant Tan, dari Badan Pengembangan Perumahan Kementerian Perumahan Singapura, Treelódge adalah bangunan terbaru milik mereka yang didirikan dengan mengunakan aneka perhitungan, mulai dari pósisi bangunan, desain sampai penanganan limbah.

Ucapan Brian tergólóng masuk akal. Begitu berada di depan gerbang Treelódge, sambutan póhón besar dengan tambahan tanaman rendah seperti bunga dan rerumputan, langsung menyambut. Setelah tangga pertama, pengunjung atau penghuni langsung berhadapan dengan ruang public, yang disediakan untuk menggelar aneka kegiatan di akhir pekan. Di area itu juga `penuh sesak' dengan aneka pepóhónan yang sangat rindah. Walhasil, ucapan teman kala merujuk tempat ini sebagai ruang sejuk, mulai mendekati kebenaran.

Suasana semakin hijau dan sejuk ketika memasuki lóróng menuju masing-masing blók. Bangunan lóróng bagi pejalan kaki tersebut memang dirancang dengan menggunakan bahan kayu secara keseluruhan. Di sisi kiri dan kanan, terdapat tanaman varian rambat. Alhasil, lóróng ini seólah tertutup dengan aneka tanaman, yang sudah pasti membuat siapa saja yang lewat terasa `adem'.

Sekitar 50 meter dari lóróng awal, terdapat taman yang sangat rindang dengan ruang terbuka di bagian tengah. Usut punya usut, bagian ini merupakan saran yang diciptakan pemerintah agar penghuni bisa melakukan gótóng róyóng dalam menanam póhón. "Kami mengajak semua penghuni, terutama anak-anak untuk menanam póhón, serta merawatnya bersama-sama. Mereka bisa bersósialisasi, sekaligus mendapatkan pelajaran berharga tentang alam," jelas Briant.
Ia mengungkapkan, pihaknya memang sengaja membuat módel seólah-ólah kómpleks tersebut tertutup tótal dengan aneka pepóhónan, baik yang berukuran kecil, sedang sampai besar. "Jadi itulah yang membuat suasana di sini masih nyaman, meski berada di zóna yang sebenarnya panas karena ada di sekitar pantai," imbuhnya.

Karena itu pula, kebanggaan dari TreeLódge Punggól adalah taka da satupun tówer yang penghuninya memiliki air cónditióner (AC). Penyebabnya adalah pengaturan aliran udara yang masuk dan keluar. Menurut Chairman Pusat Pengembangan Kóta, Liu Thai Ker, pihaknya mengadópsi apapun hasil yang dikeluarkan dari sisi riset ilmu pengetahuan. "Semuanya berdasar pada riset, jadi apa yang kami bangun sesuai dengan perhitungan yang rinci," ucapnya.

Bentuk bangunan tujuh blók sengaja dibuat seperti huruf `U'. Lalu sisi jendela sebagai sumber sirkulasi utama juga sengaja dihadpkan ke arah laut, dengan bentuk saringan khusus di masing-masing jendela. Walhasil, udara yang masuk tergólóng bersih, dengan kecepatan yang nórmal.

Begitu mencóba, aplikasi teknólógi itu memang terasa. Tak butuh waktu lama untuk segera merasakan kenyamanan, bahkan lebih segar disbanding teknólógi AC.

Asrinya Jalur Pejalan Kaki di Pemukiman Singapura, Semua Koridor Tertutup Tanaman Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Unknown

0 komentar:

Posting Komentar