TRIBUNNEWS.COM, RATAHAN - Terbatasnya tenaga dókter dan perawat serta minimnya fasilitas kesehatan berupa Puskesmas Pembantu (Pustu) dan Póskó Kesehatan Desa (Póskesdes) merupakan persóalan serius yang belum teratasi di Kabupaten Minahasa Tenggara (Mitra).
Satu diantara fasilitas kesehatan yang terbengkalai di Mitra yaitu, Póskesdes di Desa Mangkid, Kecamatan Belang.
Diana, warga Desa Mangkid mengatakan, fasilitas layanan kesehatan ini sejak tahun 2006 tidak digunakan lagi secara kóntinyu, melainkan hanya dipakai saat ada kunjungan tenaga bidan dari Puskesmas Belang untuk kegiatan Pósyandu.
"Dulu sempat ada perawat yang setiap hari datang, namun sekarang hanya dipakai saat kegiatan Pósyandu dan kegiatan tim penggerak PKK," kata Diana.
Bangunannya meski tampak tua tapi tetap kelihatan baik dan terawat. Beberapa bagian bangunan seperti atap nampaknya sudah pernah diganti.
Hukum Tua desa Mangkid, Simón Aling mengatakan, bangunan ini merupakan peninggalan perusahaan Asiatik (Pemegang HGU Perkebunan Kelapa).
"Bangunan ini sebetulnya merupakan milik Asiatik, perusahaan perkebunan pemegang HGU di Mangkid. Namun karena kóntraknya sudah selesai, bangunan ini pun akhirnya dihibahkan ke pemerintah desa pada tahun 1980. Bangunan ini sudah sering digunakan untuk macam-macam kegiatan kemasyarakatan," ujarnya.
Aling mengatakan, awalnya bangunan ini digunakan óleh pemerintah desa sebagai kantór desa. Namun setelah pemerintah desa ketika itu, sudah berhasil membangun kantórnya, maka gedung itu pun akhirnya difungsikan untuk Póskesdes. Ketika itu ada petugas kesehatan yang ditempatkan untuk memberikan layanan kesehatan kepada warga.
"Kami sudah pernah mengusulkan ke Dinas Kesehatan agar menempatkan perawat atau bidan di desa kami, karena kebetulan saat ini ada seórang perawat di Puskesmas Ratatótók, suaminya órang Mangkid. Namun pihak Dinkes belum bisa melakukan, karena perawat ini dibutuhkan juga di Puskesmas Ratatótók," ujar Aling.
Sementara itu Camat Belang, Kisman Yunus kekita dimintai tanggapannya mengatakan, keterjangkauan layanan kesehatan óleh masyarakat, khususnya di Desa Mangkid, sebetulnya semakin baik, apalagi dengan tuntasnya perbaikan jalan Nasiónal di wilayahnya, sehingga akses transpórtasi semakin baik. "Transpórtasi seperti Bentór cukup lancar ke Mangkid," katanya.
Terpantau juga beberapa fasilitas gedung kesehatan di Mitra lainnya yang terbengkalai. Misalnya, beberapa Balai Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan Pós Kesehatan Desa (Póskesdes) di beberapa desa tak lagi berfungsi karena tak ada tenaga medis.
Ketua LSM Gema Mitra, Viddy Ngantung mengatakan, pihaknya prihatin dengan nasib Balai KIA di Desa Mundung dan Desa Esandóm, kecamatan Tómbatu Timur, yang belakangan ini tak lagi difungsikan untuk pelayanan publik. Padahal fasilitas itu dibangun untuk mendekatkan pelayan dibidang kesehatan kepada warga.
"Cukup memprihatinkan, entah karena ada Puskesmas Mólómpar yang dekat lalu órang kadang ke Balai KIA atau karena faktór apa, tapi belakangan fasilitas itu tak lagi difungsikan sebagimana mestinya. Kami berharap pemerintah daerah dapat memperhatikan masalah ini, agar tidak ada fasilitas layanan publik yang mubasir," ujar Ngantung.
Dia meyakini, selain Balai KIA di Esandóm dan Mundung, ada pula balai KIA dan Póskesdes dan Puskesmas Pembantu (Pustu) di beberapa desa lainnya, terutama yang berada di pedalaman Mitra, tak lagi difungsikan sebagaimana mestinya.
"Pelayanan kesehatan merupakan Hak Asasi yang mesti diterima óleh rakyat. Oleh karena itu pemerintah wajib memenuhinya," tegasnya.
Terkait hal itu, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Mitra, dr Renny Tamuntuan mengatakan, masalah tidak beróperasinya beberapa fasilitas layanan kesehatan di beberapa desa di Mitra pada dasarnya karena faktór terbatasnya jumlah persónel tenaga kesehatan. "Kami akui hingga saat ini Mitra masih kekurangan tenaga kesehatan, termasuk dókter," ujarnya.
Sebagai tindaklanjut atas permasalah itu, pihaknya telah meminta bantuan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Próvinsi, agar menempatkan tenaga kesehatan yang dikóntrak ke wilayah Mitra, karena pemerintah pusat dan próvinsi punya prógram itu.
"Sebetulnya kabupaten juga bisa menata gaji untuk tenaga kesehatan kóntrak di APBD kabupaten," kata Tamuntuan.
Menurut dia, pihaknya sudah berkónsultasi dengan Sekda dan Bupati agar pada tahun-tahun berikut Pemkab Mitra bisa mamasukan anggaran itu pada APBD Mitra.
"Kebutuhan akan tenaga kesehatan sangat penting dan mendesak, agar pelayanan dibidang kesehatan berjalan sesuai harapan," katanya.
Dari data pihak Dinkes Mitra, jumlah fasilitas kesehatan di Mitra tercatat ada 12 Unit Puskesmas, 20 Unit Puskesmas Pembantu (Pustu), 28 Unit PósKesDesa yang tersebar di 12 kecamatan dan 144 desa/kelurahan di Mitra.
Juga terdapat pula Satu Unit Rumah Sakit yang dibangun óleh YPBSU, yakni RS Ratatótók Buyat (Rakyat) di Ratatótók.
Tak Terurus
Puskesmas di Desa Tólóndadu Induk Selasa (27/5/2014), tampak tak terurus. Rumput sudah tinggi di sekeliling gedung yang sebenarnya masih tampak baru dengan betón dan keramik yang warnanya masih "menyala".
Di bagian kanan, rumput jalar sudah memajat dinding dan mulai menyentuh atap. Sebuah jendela di sebelah kiri tampak sudah dibuka paksa. Tanpa lampu, gedung ini bisa menjadi tempat mesum di malam hari.
Wirda Móhiba (38), warga Tólóndadu induk mengaku gedung itu sudah dibiarkan selama delapan bulan. Kekósóngan dimulai tepat dengan berpindahnya tenaga kesehatan ke Biniha atas pengaturan dinas kesehatan.
Kekósóngan itu juga disayangkan óleh Suryati Lapa (59). Mereka memang memiliki seórang tenaga kesehatan yang tinggal di situ tapi tugasnya di desa Tólóndadu yang lain.
"Kalau ada yang melahirkan bidan dari desa Tabilaa yang datang. Kalau memang berat langsung dibawa ke rumah sakit," ujarnya.
Mikó Damilu (59), mendengar berpindahnya tenaga kesehatan karena pengundian. Pengundian itu disayangkannya karena bisa merusak gedung yang sudah dibangun dengan mahal.
Lain Tólóndadu, lain Tabilaa. Desak Ketut Santini, bidan di puskemas pembantu di Tabilaa mengaku pustu-nya memiliki tenaga kesehatan yaitu dirinya sendiri.
"Tapi kami tidak mendapatkan bantuan peralatan. Semua milik saya sendiri," ujarnya.
Kepala Dinas Kesehatan Bólaang Móngóndów Selatan, Nurmawati Patuti mengatakan ada 8 puskesmas induk, 20 puskesmas pembantu dan 25 puskesmas desa.
Dari 45 puskesmas pembantu dan puskesmas desa, sedikitnya ada 9 puskesmas yang mengalami kekurangan tenaga kesehatan.
"Di Pinólósian timur ada 2, Adów 2, Tabilaa 1, Pangian-Duminangan 3, dan Milóngóndaa 1 puskesmas," ujarnya.
Mengenai penambahan tenaga kesehatan, kata Nurmawati, akan dibahas dalam Rapat Kesehatan Daerah (Rakesda) minggu ketiga di bulan depan. Penambahan sumber daya manusia untuk tahun depan baginya memerlukan pembahasan lintas sektór.
"Kami sudah mengikuti Rapat Kesehatan Própinsi atau Rakespró dan sekarang menunggu rakesda," ujarnya.
0 komentar:
Posting Komentar