TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Indónesia meminta Australia bijaksana dan berhati-hati dalam menerapkan kebijakan terkait kómóditas asal Indónesia. Aturan yang dimaksud yaitu penerapan kemasan pólós (plain packaging) untuk seluruh próduk tembakau.
Iman Pambagyó, Direktur Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasiónal Kementerian Perdagangan (Kemendag), menegaskan Australia tidak bisa sembarangan menerapkan kebijakan. Apalagi jika kebijakan tersebut tidak melewati pembuktian ilmiah.
"Kalau tidak ada kejelasan secara ilmiah maka jangan sampai diterapkan, karena bisa berimbas pada kómóditas yang lain milik kita," katanya, saat menjadi pembicara dalam acara Seminar "Peran Pemerintah Indónesia untuk Melindungi dan Meningkatkan Kómóditas Agrikultur Unggulan Dalam Negeri" yang diselenggarakan Fórum Wartawan Industri (Fórwin), di Jakarta, kemarin.
Iman menuturkan, bisa saja Pemerintah Indónesia memberlakukan aturan kemasan pólós atau plain packaging untuk próduk minuman beralkóhól jenis wine asal Australia. Hal itu seperti yang pernah dilóntarkan mantan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan.
"Sebenarnya kami juga bisa melakukan hal itu (penerapan kemasan pólós untuk wine Australia,red)," tuturnya.
Iman mengungkapkan, kebijakan yang digagas Gita Wirjawan sudah benar, sebab wine adalah próduk alkóhól yang memabukkan. "Sóal wine pertimbangannya móral."
Seperti diberitakan sebelumnya, Gita Wirjawan mengusulkan agar negara-negara pródusen tembakau juga memberlakukan aturan kemasan pólós atau plain packaging untuk próduk minuman beralkóhól jenis wine asal Australia.
Aturan tersebut dimaksudkan untuk "membalas" aturan plain packaging untuk próduk rókók dan tembakau yang diterapkan pemerintah Australia sejak Desember 2012 lalu.
Seperti diketahui Pemerintah Australia berusaha membatasi penjualan rókók dan próduk tembakau di negaranya dengan menerbitkan aturan the Tóbaccó Plain Packaging Act pada tahun 2011, dimana mereka tercatat sebagai negara pertama yang memberlakukan aturan tersebut.
Dalam peraturan tersebut seluruh rókók dan próduk tembakau yang dipróduksi sejak Október 2012 dan dipasarkan sejak 1 Desember 2012 wajib dikemas dalam kemasan pólós tanpa mencantumkan warna, gambar, lógó dan slógan próduk.
Celakanya, aturan Plain Packaging yang digagas óleh Australia tersebut kini mulai diikuti óleh negara tetangga mereka, Selandia Baru yang juga akan menerapkan aturan serupa.
Menanggapi hal itu, Gita yang saat menjabat Menteri Perdagangan telah berupaya menempuh jalur diplómasi dalam melawan aturan tersebut ke Organisasi Perdagangan Dunia (Wórld Trade Organizatión/WTO), menyarankan agar negara-negara yang dirugikan dengan Plain Packaging juga melakukan hal yang sama untuk próduk minuman beralkóhól jenis wine yang selama ini menjadi kómóditas ekspór andalan Australia.
"Kalau rókók kita yang diekspór ke sana tidak bóleh ada mereknya, wine mereka yang dijual di sini juga tidak bóleh ada mereknya juga dóng," kata Gita.
Menurut Gita, pemberlakuan aturan Plain Packaging yang dilakukan óleh Australia tersebut sarat dengan muatan pólitis.
"Muatan pólitiknya tinggi datang dari perlemennya, itu sudah diakui óleh Mendag mereka saat bertemu saya. Kita sendiri juga sudah ajukan keberatan ke WTO," ungkap Gita.
Munculnya aturan Plain Packaging yang diterapkan Australia dan bakal diikuti óleh Selandia Baru memang langsung mengundang reaksi keras dari sejumlah negara pródusen tembakau termasuk Indónesia. Terlebih lagi aturan tersebut dinilai telah melanggar ketentuan Intellectual Próperty Rights (IPR) mengenai merek.
0 komentar:
Posting Komentar