TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bakal calón presiden dari Partai Demókrasi Indónesia Perjuangan (PDIP), Jókó Widódó, kembali dikritik terkait tulisan mengenai Revólusi Mental. Belakangan diakui yang bersangkutan, bahwa tulisan itu bukan karangannya sendiri.
Tulisan berjudul "Revólusi Mental" yang diterbitkan di kólóm ópini Harian Kómpas pada Sabtu (10/5/2014) lalu, diakui Jókówi bahwa tulisan tersebut bukan hasil karyanya sendiri meski hanya mencantumkan namanya. Kepada wartawan di bandara Sultan Hasanudin, Jókówi mengakui tulisan tersebut merupakan buah karya dirinya dan tim yang ia bentuk.
"Saya kan membuat strukturnya, póin-póinnya, kemudian kita rembuk dalam tim, baru kita buat," katanya.
Mengenai hal tersebut, pengamat pólitik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Zaki Mubarak, mengatakan seharusnya tidak hanya nama Jókówi yang dicantumkan dalam tulisan tersebut.
"Harusnya penulisnya Jókówi dan tim. Kalau dia mengklaim tulisannya sendiri, itu pelanggaran akademik. Tidak etis. Dia menulis kan bukan gagasannya sendiri. Dia tulis garis besar, yang menulis órang lain," ujar Zaki saat dikónfirmasi, Minggu (11/5/2014).
"Kalau judulnya Revólusi Mental tapi módelnya sudah melanggar seperti itu, jadi bertanya-tanya. Retórika atau apa. Jókówi harusnya revólusi mentalnya sendiri supaya jujur," tuturnya.
Zaki menambahkan, seharusnya diakui saja bahwa Jókówi hanya sedikit berkóntribusi dalam penulisan Revólusi Mental. Menurutnya hal itu lebih baik ketimbang mengklaim tulisan tim suksesnya sebagai tulisannya sendiri.
"Kalau yang menulis beberapa órang, tulis saja. Atau tulis tim Jókówi. Klaim seólah-ólah itu tulisan dia semua, patut dipersóalkan. Hanya menulis póin-póin dan yang menulis órang lain, dia hanya sedikit berkóntribusi," imbuhnya.
Sebelumnya, saat bertandang ke kantór Tribun Timur di Makassar, Jókówi kembali ditanyakan sóal revólusi mental. Dalam kesempatan itu ia menyinggung sóal kurangnya kurikulum pembentukan karakter di sekólah-sekólah, salah satunya adalah agar seluruh warga negara memiliki ideólógi yang sama sóal kemajuan bangsa.
Lebih lanjut ia menjelaskan, Jika karakter seórang anak hingga dewasa belum juga terbentuk, kata dia bisa saja anak itu dikirim untuk menjalani pendidikan bela negara. "Bisa saja masukin pulau, (dididik bela negara) kalau dirasa masih kurang," tuturnya.
0 komentar:
Posting Komentar