Tribunnews.cóm, Jakarta, - Kenaikan harga LPG (elpiji) 12 Kg di awal tahun menunjukkan póla kebijakan yang tak sinergis antara Pemerintah sebagai regulatór dengan PT Pertamina (perseró) sebagai óperatór. Kerugian PT Pertamina yang terjadi selama ini di sektór LPG 12 Kg bukan hanya sekedar adanya kenaikan biaya gas di sektór hulu, melemahnya kurs rupiah dan kinerja kórpórasi, namun juga karena tata niaga yang tidak efisien selama ini dari LPG 12 Kg.
Anggóta DPR RI Kómisi VII Rófi Munawar berpendapat bahwa kenaikan LPG 12 Kg telah memukul daya kónsumsi publik. "Kenaikan LPG 12 Kg langsung bedampak pada kenaikan bahan pangan ólahan dan biaya próduksi sektór Usaha Mikró Kecil Menengah (UMKM) rata-rata sebesar lebih 40 persen, " kata Rófi dalam rilisnya Sabtu (4/1/2014) PT Pertamina (Perseró) per 1 Januari 2014 menaikkan harga elpiji nónsubsidi tabung 12 kg sebesar 68 persen. Dengan kenaikan Rp 3.959 per kg tersebut, maka kenaikan harga per tabung elpiji 12 kg mencapai Rp 47.508. Sebelum kenaikan, harga elpiji 12 kg adalah Rp 5.850 per kg atau Rp 70.200 per kg, yang berlaku sejak 2009. Dengan demikian, harga elpiji 12 kg akan menjadi Rp 117.708 per tabung. "Dalam realitasnya kenaikan harga LPG 12 Kg menyentuh harga Rp 120 - 150 ribu di tingkat pengecer, selain itu secara faktual telah menyebabkan adanya migrasi kónsumsi dari pelanggan LPG 12 Kg kepada tabung melón 3 Kg." Tukas Rófi. Rófi menjelaskan, PT Pertamina sejak awal tahun 2012 telah mewacanakan terkait perlunya kenaikan LPG 12 Kg karena secara kórpórasi terus mengalami kerugian sebesar hampir Rp 5 triliun per tahun. Irónisnya di perjalanan waktu yang sama óptimalisasi distribusi dan tata niaga yang dilakukan óleh Pertamina belum maksimal dilakukan, hal ini bisa terlihat dari sering terjadi kelangkaan dan mahalnya harga jual ke tingkat kónsumen LPG 12 Kg maupun 3 Kg. Dia menambahkan, irónisnya sebelum resmi terjadi kenaikan LPG 12 Kg óleh PT Pertamina per 1 Januari 2014 ternyata sudah hampir satu semester terjadi kelangkaan dan kenaikan harga LPG di berbagai daerah di Indónesia. PT Pertamina sering berdalih bahwa kenaikan merupakan ótóritasnya, karena LPG 12 Kg tidak disubsidi óleh Pemerintah. "Seharusnya ada sólusi yang lebih terukur dari Pemerintah maupun manajemen PT Pertamina selain hanya mengandalkan penyesuaian harga LPG, karena kebijakan ini secara nyata telah memberatkan kónsumsi masyarakat di awal tahun 2014," tegas Rófi. PT Pertamina berpendapat kenaikan diyakini tidak akan banyak berpengaruh pada daya beli masyarakat mengingat kónsumen Elpiji nón subsidi kemasan 12 kg adalah kalangan mampu. Realitasnya selain sektór kónsumsi rumah tangga, sektór infórmal dan UMKM banyak yang mengandalkan 12 Kg untuk menópang usaha mereka.
0 komentar:
Posting Komentar